Tuesday, January 29, 2008

Hotspot di Alun-alun Gresik

Minggu ini gue pulang kampung ke Gresik (23 - 27 Januari 2008) karena ada tugas dinas ke Surabaya. Setelah melalui hari kamis dan jumat yang padat dan melelahkan di kantor pusat, akhirnya liburan pun tiba. Hari sabtu, gue manfaatin buat jalan-jalan (tapi naik motor :D) sama adik gue keliling kota. Sudah lama juga gue gak keliling kota tempat gue besar ini. Tiba-tiba di sebuah perempatan JL Jaksa agung Suprapto, JL Panglima Sudirman, JL Pahlawan dan JL Malik Ibrahim, gue ngelihat spanduk bertuliskan, “Internet Gratis, datang ke alun-alun”

Ternyata Pemerintah Kabupaten Gresik ikut juga menyediakan fasilitas wifi/hotspot gratis buat warganya. Entahlah, ini karena ikut-ikutan Pemda lain (seperti di alun-alun tulungagung dan taman bungkul surabaya) atau memang karena Pemkab Gresik sudah sadar akan pentingnya internet untuk warga Gresik.

Gue pun jadi penasaran, tapi berhubung saat itu gue gak bawa laptop, gue berencana ke alun-alun besok hari minggu pagi saja.

Hari Minggu, sejak jam 6 pagi, gue sudah stay tune di Alun-alun bareng adek gue Kiki. Gue nyalain laptop dan benar, ada akses point gratis. Jadilah pagi itu gue internetan di alun-alun. Tanpa gue sadari, ternyata gara-gara bawa laptop, kami jadi pusat perhatian para pengunjung Alun-alun yang memang ramai dihari minggu. Gue sih cuek aja. Mungkin mereka pikir, gue sombong banget, ke Alun-alun aja bawa laptop. Dikira mau pamer kali ya. Padahal gue kesini niatnya malah cari gratisan, hi hi hi….

Akses internetnya juga cukup kencang, gue itung, gue dapat sekitar 128 kbps. Tapi setelah dipikir-pikir, mungkin karena saat itu gue lagi ngenet sendirian kali ya, soalnya dari tadi gue gak lihat ada orang lain yang mainan laptop, jadinya bisa kenceng banget donlotnya. Tapi gak tau juga kalau memang bandwithnya emang besar.

Gue dan adik gue puas banget internetan disitu. Gue donlot beberapa lagu, sedang adek gue main-mainan sama friendsternya. Saking kerasannya di Alun-alun, tanpa sadar baterei laptop sudah habis. Dan waktu pun sudah menjelang siang. Akhirnya jam 9 kurang 15 menit kami pulang. Lain kali kalau pulang kampung, tampaknya ada satu tempat tujuan yang gak mungkin gue lewatin begitu saja, Alun-Alun kota Gresik.

Kalau ada temen-temen yang mau maen ke Gresik, jangan lupa bawa laptop en main ke Alun-Alun. Dijamin puas deh!!!


Read More......

Sunday, January 27, 2008

Perjalanan panjang From Gresik to Surabaya

Kemarin, gue barusan mencatat rekor perjalanan terlama untuk mencapai kantor pusat PT PJb di Ketintang Surabaya dari rumah gue di Gresik. Hari jumat itu gue dapet tugas dinas ke PJB pusat di Surabaya. Seperti biasa kalau ada tugas dinas ke sby, gue berangkat dari rumah naik motor.

Hari itu, gue berangkat jam 6.45 dari rumah. Gue melewati rute biasa, Gresik – JL Tambak langon – JL Kalianak – JL Gadukan Utara – JL Demak – JL Tunjungan – JL Raya Darmo – JL Ahmad Yani – JL Ketintang Baru – Kantor Pusat PJB

Awalnya perjalanan sangat lancar. Hingga pertengahan JL Kalianak, lalu lintas lancar. Truk-truk besar peti kemas yang biasanya melewati jalan ini jarang terlihat. Gue geber motor gue hingga kecepatan 80 km/jam.

Di ujung Jalan Kalianak menjelang Jalan Gadukan Utara, macet mulai menghadang. Seperti yang dilihat di gambar no1, ada sebuah truk hendak melintas Jalan. Gue kira ini cuman macet biasa yang memang sering terjadi di jalan ini. Perjalanan pun mulai melambat. Tapi hingga 2 menit berselang, truk yang melintas itu masih tertahan lama di posisinya, hanya beberapa meter saja bergerak. Gue kira ada halangan di depan sana hingga truk itu jadi sulit melintas.

Iseng, gue pun melihat sekeliling. Mengamati orang-orang yang sama-sama terjebak macet bareng gue.

*Deg* Gue langsung kaget. Motor disekitar gue yang tadinya cuman sepuluhan sekarang sudah bertambah lebih dari lima kali lipat. Dan itu makin lama makin bertambah setiap menitnya.

Lama kelamaan cuaca menjadi sangat tidak bersahabat. Sinar matahari yang terik berpadu dengan gas karbon yang makin banyak membuat hawa menjadi makin panas. Peluh terus bercucuran dari badan gue.

Motor-motor di sekitar gue akhirnya mulai nggak sabar. Mereka merangsek maju kedepan, memenuhi ruas jalur yang harusnya digunakan untuk kendaraan yang akan bergerak ke barat (aku sendiri menuju ke arah timur) seperti yang ditunjukkan gambar nomor 2. Makin lama makin banyak yang bergerak ke jalur tersebut. Perasaan gue pun jadi gak enak.

Perlahan-lahan truk mulai bisa bergerak, hingga akhirnya dia berhasil memasuki jalur jalan. Tetapi ternyata itu tidak memperbaiki keadaan. Kemacetan sudah sangat parah. Ternyata dari arah yang berlawanan, motor-motor disana juga telah merengsek maju ke jalur yang seharusnya digunakan untuk kendaraan yang akan menuju ke arah timur, seperti yang ditunjukkan pada gambar nomor 3.

Kemacetan total pun tak terelakkan. Gue pun bingung dengan keadaan ini. Tidak ada satu jalanpun yang bisa dilewati.

Beberapa pengendara motor yang berada di baris depan (dari arah timur, dan dari arah barat) mencoba saling bernegosiasi. Tetapi situasi tidak berubah, karena memang tidak ada yang mau mengalah.

Setelah lebih dari setengah jam berhenti total, beberapa orang polisi mulai berdatangan. Mereka pun langsung mencoba mencari solusi.

“Telat!!!!“ umpat gue dalam hati. Gue benar-benar kesal sama bapak-bapak polisi ini. Ini semua karena gue tahu, nggak jauh dari tempat macet ini (kira-kira 50 meter) ada kantor polisi.

Kendaraan pun akhirnya mulai bisa bergerak, meski dengan sangat pelan. Gue bisa dilbilang beruntung karena berada di tempat yang tepat. Gue termasuk pengendara yang bisa bergerak lebih dahulu untuk meninggalkan kemacetan. Tapi itupun gak menolong. Meski gue udah ngebut abis begitu lepas dari kemacetan itu, tetap saja gue datang telat. Sampai kantor jam sudah menunjukkan pukul 09.10. Alhasil perjalanan gue ke Surabaya kali ini total makan waktu hampir 2.5 jam. Padahal biasanya cuman 50 menit. So gara2 macet ini, gue harus menempuh perjalanan hampir 3 kali lipat lebih lama

Sampai di kantor gue sudah sangat-sangat lemes.

Kalau diingat-ingat, kejadian macet hari itu sangat mengerikan. Begitu banyak motor bertebaran dijalanan. Ada sekitar lebih dari 200an motor terjebak macet saat itu baik dari sisi barat maupun dari sisi timur.

Gue cuman bisa merenung. Berapa banyak energi yang terbuang sia-sia saat itu. Energi tubuh sang pengendara, Energi bahan bakar minyak. Belum lagi polusi karbon yang tentu saja membuat iklim di bumi menjadi semakin tidak terkendali. Kalau kayak gini terus, kapan kondisi di bumi bisa normal lagi?

Yah gue cuman berharap semoga saja tidak terjadi lagi kejadian seperti ini, meskipun gue tahu itu cuman mimpi, hiks hiks.


Read More......

Wednesday, January 23, 2008

Rock With My Chemical Romance

Awalnya gue gak sengaja ndengerin lagu bertitle Welcome To The Black Parade di hendfone-nya temen gue boombox. Itu sekitar bulan Juni 2007. Buset, lagu ini dahsyat banget batin gue.

Dari situ gue mulai kenal, siapa itu MCR alias My Chemical Romance. Bodohnya, setelah itu gue gak pernah dengerin lagu-lagunya MCR lainnya. Padahal si Boombox ini sudah ngasih gue lagu-lagu MCR koleksinya yang pernah jadi hits. Belum adik gue di rumah yang ternyata ngefans juga sama band yang katanya beraliran emo (entahloah, gue gak tau, what is emo???!!) juga ngumpulin lagu-lagunya.

Lagi-lagi secara nggak sengaja, hari Minggu kemarin (20/1/2008), gue liat poster konsernya MCR di salah satu jalan utama di jakarta waktu lagi jogging di senayan. Siangnya begitu pulang, gue liat iklan konsernya di tipi. Di Iklan itu, pihak promotor menampilkan cuplikan video klip lagu Helena. Busyet, lagu ini ternyata keren juga. Langsung mancep di telinga gue.

Gue pun akhirnya jadi tergila-gila dengan band ini. Gue langsung setel lagu2 yang pernah dikasih sama boombox. Dan bener-bener dahsyat banget di telinga. Full Inspiration, Full imagination and ngerock abis!!!

Gue donlot beberapa video klipnya (sayangnya, karena kantor gue termasuk fakir bandwith, akhirnya hanya 2 vid klip yang didapet sampai tulisan ini ditulis. itupun sempet putus beberapa kali).

Dapat info dari wiki, MCR itu ternyata telah lama dibentuk, tepatnya September 2001 oleh Gerard Way dan Matt Pelissier. Sekarang ini personil lengkap MCR terdiri dari Gerard Way (vokal), Mikey Way (bass), Ray Toro (lead guitar), Frank Iero (gitar), dan Bob Bryar (drum).Nama band ini terinspirasi oleh buku karangan Irvine Welsh yaitu Ecstasy: Three Tales of Chemical Romance.

Saat ini MCR sudah menelorkan 3 album, yakni I Brought You My Bullets, You Brought Me Your Love pada tahun 2002, Three Cheers For Sweet Revenge pada tahun 2004, dan The Black Parade pada tahun 2006.

Lagu-lagu mereka yang sudah jadi hits dan dikenal luas diantaranya Welcome To The Black Parade, Helena, I'm Not Okay, Ghost Of You dan Famous Last Words.

Buat fans MCR di tanah air, konser akan diselenggarakan tanggal 31 Januari 2008 di Plenary Hall JCC. Thanks to Mas Adrie Subono dan Java Musikindonya yang sudah mengundang MCR ke tanah air. Tapi sayangnya gue gak bisa nonton, hiks. Kabar terakhir yang gue dapat lagi-lagi dari si Boombox, tiketnya sudah ludes, laris manis. Yah sayang banget. Salah gue sendiri sih, telat, hiks.

Penggemar MCR di Indonesia tampaknya memang banyak banget. Meski harga tiketnya relative mahal (festival 500 ribu, Tribun 650 ribu) banyak yang bela-belain beli. Mungkin karena mereka berpikir kapan lagi bisa lihat MCR langsung. Boombox salah satu temen gue yang sudah membooking tiket juga berpendapat kayak gitu.

Oke deh, guys, congrats buat elo-elo semua yang udah dapet tiketnya. Elo beruntung guys.

Buat Boombox: cerita-cerita ke gue ya konsernya. Jangan lupa poto-potonya...


Read More......

Monday, January 21, 2008

Radio

“Pagi, Cindy”, sahut seorang wanita separuh baya begitu melihat mata anak gadisnya terbuka untuk pertama kalinya hari ini.

“Ah Ibu, Cindy kan masih ngantuk”, sahut gadis kecil itu. “Lagian kan ini hari minggu, bu”, sahutnya sambil berusaha menarik selimutnya kembali.

“Hei bangun Cindy, meskipun hari ini hari minggu, kamu harus bangun pagi. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk bermalas-malasan”

“Ah Ibu”

“Tuh radiomu sudah menunggu untuk dinyalakan”

Begitu mendengar kata radio, Cindy langsung bangkit dari tidurnya. Dia menguap dan menggeliat hingga puas sebelum akhirnya mencuci muka di kamar mandi. Ibunya hanya bisa tersenyum melihat tingkah laku gadis kecilnya itu. Radio, ya radio. Sudah seminggu ini, Cindy mempunyai hobi baru setiap pagi, yaitu mendengarkan radio. Setiap akan berangkat sekolah sambil sarapan pagi, dia selalu menyalakan radio. Empat hari yang lalu dia sangat gembira karena ayahnya membelikannya sebuah radio mungil yang bisa dibawanya ke mana-mana.

Entahlah apa yang membuat Cindy tiba-tiba kecanduan mendengarkan radio padahal kalau dipikir-pikir lebih enak mendengarkan musik di telelvisi. Kita tidak hanya bisa mendengarkan musiknya tetapi kita bisa melihat ekspresi sang penyanyi dan pesan yang dibawa oleh lagu itu melalui video klip. Pernah suatu ketika Ibu menanyakan hal itu kepada Cindy dan ternyata jawaban Cindy sangat sederhana.

“Ya buat ndengerin musik, Bu. Rasanya kurang afdol kalau sarapan tanpa mendengarkan musik”

ya seperti pagi ini begitu selesai cuci muka, Cindy langsung mengambil radio mungilnya dan dinyalakan keras-keras di ruang tamu. Dia tidak sendirian di ruang tamu itu. Ada ayahnya yang sedang duduk sambil membaca koran dan menikmati segelas teh hangat. Hal ini jelas membuat ayahnya meras terganggu.

“Cindy, kecilin dong volumenya. Ayah nggak bisa konsentrasi nih”

“Ah ayah nggak asyik. Ayah dengerin lagu ini. Ini lagu ngetop Yah. Lagunya si Avril yang terbaru”

“Emang siapa tuh si Avril, temannya si Ali”

“Waduh ayah nggak gaul nih, Avril itu penyanyi barat yang kondang. Gayanya funky abis deh. Cindy pingin banget niru dia”

“Udahlah terserah, mau Avril, mau Ali atau mau penyanyi barat kek, penyanyi utara kek, atau penyanyi timur, Ayah gak peduli. Yang penting sekarang, kecilin radiomu, Ayah nggak bisa baca koran”

“Ah ayah nggak asyik nih. Cindy pindah tempat aja”, ujar Cindy sambil ngeloyor pergi dari ruang tamu. Dia pergi ke teras belakang karena saat itu tidak ada seorang pun yang berada disana.

Sesampainya di teras belakang dia langsung duduk dibawah pohon jambu dan mulai menyalakan lagi radionya. Tetapi lagu Avril yang diputar tadi sudah selesai dan sekarang yang keluar dari mulut si speakernya radio adalah suara penyiar radio yang sedang cuap-cuap.

“Oke boys and girls, baru saja kalian dengarkan lagu terbaru dari si Avril Lavigne dengan Don’t Tell Me. Jangan ceritakan kepadaku. Tetapi pagi ini tidak semua pendengar akan meniru apa yang dilakukan oleh si Avril karena akan ada beberapa orang pendengar yang akan bercerita tentang rahasianya kepada kami dan kalian semua, boys and girls”, ujar seorang penyiar cowok.

“Betul apa yang dikatakan oleh Gito tadi boys and girls, pagi ini para generasi muda semua akan mendengar sebuah kisah dari beberapa orang. Dan topik yang akan kita bicarakan pagi ini adalah pengakuan”, sahut seorang penyiar yang cewek.

“Pengakuan seperti apa, Rasti. Apakah seperti yang kamu lakukan kemarin malam, mengaku kalau nyuri ayam di kampung”

“Ah enak aja kamu Git, aku bukan maling ayam tahu. Pengakuan yang kumaksud adalah pengakuan cinta. Ce ileeeee”

“Benar boys and girls semuanya, pengakuan cinta. Bagi yang punya gebetan atau inceran tetapi nggak berani untuk mengakui hal itu langsung kepada doi, kalian bisa mengaku di radio ini. Bagi yang minder, malu atu nggak bisa mengungkapkan langsung, acara ini adalah acara yang tepat untuk kalian. Siapa tahu gebetan yang kalian incar sedang ndengerin radio ini, nah dengan cara ini gebetan kalian akan tahu isi hati kalian yang sebenarnya”

“Dan kalau sudah jadian jangan sungkan-sungkan ajak kami makan bersama, ya”

Cindy tertawa mendengar cuap-cuap dua orang penyiar itu. Gito dan Rasti, mereka berdua adalah penyiar radio favorit Cindy. Mereka berdua sangat kompak dalam mengawal sebuah acara. Dan yang pasti mereka berdua sangat lucu dan konyol.

“Oke kalau yang ingin cerita kami telah buka line teleponnya. Nomor teleponnya, yah seperti biasa, kalau belum tahu telepon aja ke radio ini, entar pasti diberitahu nomor teleponnya”

“Ah kamu memang idiot, Git. Kalau belum tahu bagaimana bisa menelpon ke sini”

“Terima kasih atas pujiannya, Rasti”

Kembali Cindy tidak bisa menahan gelaknya. Tiba-tiba terdengar dering telepon dari radio itu.

“Oh ternyata sudah ada penelpon pertama”, ujar Gito.

Dan mengalirlah sebuah cerita dari seorang cowok. Cowok yang bernama Rudi itu mengakui bahwa dia lagi jatuh cinta pada seorang cewek bernama Rista. Cewek ini adalah temannya satu kelas di sekolahannya. Anaknya cantik, periang dan baik pada semua orang. Selain itu dia juga pandai dan aktif dalam organisasi. Rudi takut mengakui langsung perasaannya kepada Rista karena dia minder pada gebetannya itu.

“Kalau aku beda sama Rista. Aku ini cowok yang kacau deh, gak pinter, gak ganteng gak gaul lagi”, ujarnya.

Selain itu Rudi juga minder pada cowok-cowok lain yang juga jatuh hati pada Rista. Dengan segala kelebihan yang dimiliki, tak salah kalau Rista menjadi incaran banyak cowok dan Rudi merasa tidak ada apa-apanya dibandingkan para saingannya itu.

“Oke lah Rud, semoga perasaaanmu sekarang lebih lega setelah mengakui semuanya di radio ini. kita berharap saja Rista mendengar pengakuanmu ini. Thanks ya Rud”, sahut Rasti menutup pembicaraan.

“Namanya mirip kamu ya, Ras. Tinggal ditukar aja posisi huruf a sama huruf I”

“Lho kamu baru tahu ya, kalau Rista yang dimaksud Rudi itu sifatnya benar-benar mirip sama aku. Lihat aja, cantik, baik, periang, pandai, aktif berorganisasi. Semuanya itu kan ada pada diriku”

“Yeee, itu kan katamu sendiri”

Kembali Cindy tidak bisa menahan gelaknya. Beberapa saat kemudian telepon dari radio itu berdering kembali.

“Oke Ras, kita punya penelpon kedua”

“Halo”

“Halo Gito, Halo Rasti”

“Halo juga cowok. Nama kamu siapa ?”

“Namaku Herman. Aku kelas 2 SMU”

Cindy terkejut mendengar nama itu. Nama yang sama dengan nama seorang yang pernah dekat dengannya saat ini, Herman. Dia juga duduk di kelas 2 SMU dan Dia itu adalah kakak kelas Cindy di sekolah.

“Kamu sekolah dimana Herman ?”

“Di SMU Harapan”

Kali ini Cindy benar-benar terkejut karena nama sekolah yang disebutkan oleh si penelpon bernama Herman itu adalah nama sekolahnya.

“Mau mengakui kepada siapa ? Cewek atau cowok ?”, sahut Gito.

“Ya cewek dong mas”

“He he he siapa tahu”

“Aku mau mengaku kalau aku suka dengan adik kelasku disekolah yang bernama Cindy”

Cindy benar-benar terkejut mendengar pengakuan ini. Dia pun makin mengeraskan volume radionya.

“Wow nama yang bagus banget. Lalu kenapa kamu nggak berani mengakui langsung kepadanya, Herman. Kamu kan cowok, kok nggak gentleman begitu”

“Saya nggak tahu bagaimana caranya. Saya memang pengecut”

Sebuah jawaban polos yang membuat Gito dan Rasti tertawa tetapi hal ini tidak berlaku bagi Cindy. Kali ini dia merasa tidak ada sebuah lelucon yang didengarnya.

“Cinta pertama nih ?”

“Iya Ras”

“Waduh yang lagi kena sindrom cinta. Oke, saya turut berdukacita dan prihatin atas apa yang telah menimpamu Herman. Kamu telah terjangkit penyakit yang sangat susah disembuhkan, karena sampai saat ini para ahli farmasi didunia ini belum menemukan obat untuk penyakitmu. Penyakit jatuh cinta”

“Wah kamu bercanda terus, Git. Terus hubungan kalian selama ini bagaimana”

“Hubungan kami berdua sebenarnya cukup dekat. Hanya saja Cindy itu anak yang cukup gaul sehingga dia tidak hanya dekat denganku tetapi juga dekat dengan banyak teman cowoknya. Dia itu punya banyak sahabat, baik cowok maupun cewek karena dia itu supel dan mau mendengarkan keluh kesah temannya. Mungkin selama ini dia menganggap aku hanya sebagai salah satu sahabatnya, padahal aku sangat sayang padanya dan aku ingin dia menjadi orang yang istimewa buatku”

“Oh gitu, jadi apa yang baru kamu katakan juga sebagai alasan mengapa kamu tidak mau mengakui langsung kepadanya”

“Iya. Selain itu kalau aku menyatakan cintaku kepadanya dan dia tidak menerimanya, aku takut nantinya dia akan menjauhiku dan tidak bisa dekat seperti saat-saat sekarang. Aku takut kehilangan dia, Git.”

“Oke Herman. Nah Boys and Girls, ini tadi pengakuan Herman, cowok SMU Harapan yang lagi jatuh cinta kepada adik kelasnya yang bernama Cindy. Kita berharap Cindy mendengarkan pengakuan Herman tadi atau mungkin yang satu sekolah atau yang kenal dengan Herman dan Cindy bisa membantu mencomblangkan Herman dengan Cindy. Bukan begitu harapan kamu Herman?”

“Yup, terima kasih Gito, Rasti”

“Thanks juga buat kamu yang sudah bercerita, sukses ya Herman buat cintamu.”

“Oke”, sahut Herman. Kemudian terdengar suara gagang telepon diletakkan kembali pada tempatnya.

Cindy mengecilkan volume radionya. Dia tidak tertarik lagi untuk mendengar lanjutan acara pagi ini. Pengakuan seorang Herman, kakak kelasnya di radio tadi membuatnya diam. Dia sebenarnya sudah menyangka bahwa perhatian Herman selama ini kepada dirinya bukan sebuah perhatian biasa. Selama ini Herman terkenal pendiam dan selalu canggung jika berhadapan dengan seorang cewek, apalagi untuk memberikan perhatian lebih. Karena itu begitu Herman sering menunjukkan perhatian yang tidak biasanya kepada dirinya, Cindy menjadi curiga.

Sebenarnya Cindy juga menaruh simpati pada Herman. Bahkan semakin hari perasaan itu semakin kuat saja. Tapi setelah menunggu sekian lama, hingga empat bulan lamanya, tiada sebuah pernyataan cinta yang terungkap dari seorang Herman.

Cindy pun akhirnya merasa bahwa Herman hanya menganggap dirinya sebagai sahabat atau adiknya. Tidak lebih dari itu.

Tapi sekarang semuanya jelas. Cindy telah salah duga. Herman ternyata menyimpan sebuah perasaan sayang kepadanya. Hanya saja dia tidak berani mengungkapkannya.

Cindy terduduk lemas. Badannya disandarkannya pada batang pohon jambu. Sebenarnya ini sebuah berita gembira buatnya. Tapi sayang, berita ini terlambat dua minggu. Andai saja pengakuan Herman dua minggu lebih cepat, mungkin ceritanya akan lain. Cindy pasti sudah melonjak-lonjak kegirangan seperti orang gila.

Cindy masih terpekur. Dia teringat kejadian dua minggu yang lalu saat dia memutuskan untuk menerima cinta dari seorang cowok yang bernama Ardi.

“Maafkan aku Herman. Sebenarnya aku juga sayang kamu, sayang banget. Tapi maaf, semuanya sudah terlambat. Kau terlalu pengecut untuk jadi laki-laki, dan aku benci itu. Aku sekarang sudah tidak sendiri lagi. Sudah ada orang lain yang menyayangiku. Dan dia lebih berani darimu.

Yach, jika Tuhan mengizinkan, mungkin di lain waktu kita bisa merajut sebuah kisah yang lain. Tapi bukan hari ini,” gumam Cindy.

Dan berlalulah pagi itu bersama dengan berjalannya waktu.

* Ditulis di Surabaya, Juni 2003. Thanks to someone whose inspired me to write this story*

Read More......

Saturday, January 19, 2008

Jangan Asal Copy Paste

Hari ini gue barusan masang banner berjudul “Blog juga karya cipta”. Awalnya lihat dari blognya temen gue, Ryan. Terus gue searching di google dengan keyword yang sama “blog juga karya cipta”, eh ternyata dah banyak blogger-blogger senior yang mengulas dan membahasnya

Gue salut banget dengan opini2 blogger senior itu. Memang tidak selayaknya kita membajak karya orang sembarangan. Mungkin seseorang dalam membuat postingan/karya membutuhkan waktu, tenaga bahkan uang untuk menguploadnya. Belum lagi kalau ternyata blogger tersebut susah sekali dalam menulis. Menulis sekali, eh dah dibajak, bisa-bisa dia mutung dan nggak mau ngeblog lagi.

Tapi sedih juga ngelihat beberapa blogger seperti anotherfool, Wynwira menuliskan bahwa banyak juga blogger yang sudah memasang banner ini, tetapi tetap saja melakukan kopi paste seenaknya.

Ini memang sebuah ajakan yang sangat mulia yang perlu kita dukung. Kalau memang kita merasa kebal hukum - karena bila kita melakukan pembajakan karya tokh tidak ada yang menangkap atau bahkan mungkin menghukum kita - coba kita pikirkan secara kemanusiaan. Andai saja karya anda yang dibajak, bagaimanakah perasaan anda?

Gue memang blogger baru. Tapi gue ingin tunjukkin kalau gue peduli terhadap sebuah karya dan Insha Allah nggak akan menkopi pastenya. Kecuali kalau memang harus demi untuk menyebarluaska informasi penting(seperti postingan saya yang berjudul “Membuat Read More di Blogspot”), saya akan ngasih quote kalau saya memang mengambil dari situs/blog orang. Tolong jangan memanfaatkan karya orang lain hanya untuk mengambil beberapa pundit-pundi dollar dari Google Adsense atau iklan2 lainnya. Tokh kalau anda melakukannya, itu sama artinya dengan mencuri. Gak halal kan dollarnya?

Oh iya, kemarin baca-baca juga, buat para blogger, sekarang ada situs yang bisa mendeteksi blog yang melakukan proses kopi paste terhadap blog lain, yaitu www.copyscape.com.

Akhir kata, Pasang banner ini dan hentikan segala macam bentuk kopi paste. Buktikan and peduli dengan dunia blogger Indonesia



Read More......

Membuat "Read More" Di Blogspot

Artikel-artikel yang menarik dan panjang, apabila kita tampilkan secara keseluruhan di halaman depan, bisa jadi akan memakan tempat dan yang pasti sangat membosankan pengunjung. Untuk bisa "menahan" pengunjung agar tetap betah berlama-lama di, kita harus mampu menyajikan abstraksi yang menarik dari artikel-artikel yang kita posting di blog kita. Semakin baik dan singkat abastraksi yang kita buat tentunya akan semakin membuat penasaran pengunjung, menghemat halaman, juga akan mampu menampilkan lebih banyak artikel yang kita posting tanpa halaman yang terlalu panjang.

Aku baru saja mepraktekkannya. Fiuhhhh, lelah sekali. Secara postingan gue sudah mencapai 26. Tapi gpp, demi kenyamanan dan keindahan blogku. Artike ini aku ambil dari sebuah blog berjudul Cangkruk'an Rekkkk. Suwun mas atas infonya. Sesama blogger dari Gresik harus saling membantu ya :D

Secara lengkapnya
berikut adalah cara untuk menghadirkan absyraksi saat kita memposting. juga untuk meng-edit bagi yang sudah terlanjur memposting artikel yang panjang, agar postingan tersebut tampil lebih singkat, menarik dan membuat penasaran pengunjung.

Berikut prosesnya:

CARA SETTING

1. Buka template --> edit HTML

2. Kasih tanda tik/cek menu "expand widget template"

3. Cari kode berikut di TEMPLATE blog Anda:

<div class='post-header-line-1'/> <div class='post-body'>


4. Kalau sudah ketemu, letakkan kode berikut DI BAWAH kode html di atas:

<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

<style>.fullpost{display:inline;}</style>

<p><data:post.body/></p>

<b:else/>

<style>.fullpost{display:none;}</style>

5. Di Bawah kode di atas ada kode html sbb:

<p><data:post.body/></p>

<div style='clear: both;'/> <!-- clear for photos floats -->

</div>

6. Nah, di antara kode

<p><data:post.body/></p>

dan kode

<div style='clear: both;'/> <!-- clear for photos floats -->

</div>

pasang kode html ini:

<a expr:href='data:post.url'>Read More......</a>

</b:if>

7. Jadi, susunan kode html di template setelah ditambah dg kode READ MORE akan menjadi seperti ini (yg warna biru adalah kode tambahan untuk READ MORE, sedang kode warna hitam adalah kode asli template):

<div class='post-header-line-1'/>

<div class='post-body'>
<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>

<style>.fullpost{display:inline;}</style>

<p><data:post.body/></p>

<b:else/>

<style>.fullpost{display:none;}</style>

<p><data:post.body/></p>

<a expr:href='data:post.url'>Read More......</a>

</b:if>

<div style='clear: both;'/> <!-- clear for photos floats -->

</div>
8. Klik SETTING, terus klik FORMATTING. Di paling bawah ada kotak kosong disamping menu POST TEMPLATE. Isi kotak kosong tsb dg kode berikut:

<span class="fullpost" >

</span>

Jangan lupa klik SAVE apabila sudah dipasang.

9. Klik SAVE. Selesai.***

CARA MEMPOSTING

Ketika memposting, klik EDIT HTML. Maka, secara otomatis akan tampak kode

<span class="fullpost" >

</span>

Letakkan posting yg akan ditampilkan di halaman muka di atas kode sementara sisanya (yakni keseluruhan entry), letakkan di antara kode

<span class="fullpost"> dan </span>.

Catatan Penting:

(A) Artikel yg diposting sebelum pemasangan kode READ MORE di atas akan tetap tampil penuh di halaman muka, Anda bisa mengeditnya dg cara sbb:

1. Klik menu EDIT POSTS

2. Klik EDIT di artikel yg akan diedit.

3. Pasang kode

<span class="fullpost"> di bawah paragraf yang akan ditampilkan. Dan pasang kode </span> di akhir artikel

Ingat kode hanya ada SATU kode

<span class="fullpost"> dan </span>. .

Apabila terdapat lebih dari satu, dan biasanya numpuk di bagian paling bawah artikel, maka dibuang saja.

Selamat mencoba..!


Read More......

Kuburan Jiwa

Aku berdiri sendirian di sekitar sebuah hutan yang sangat lebat. Pepohonannya yang begitu rimbun melindungiku dari panasnya sang matahari. Hutan ini memang salah satu tempat yang tidak bisa ditaklukan oleh sinar dan panas sang matahari. Serangan sinar ultravioletnya yang begitu dahsyat gagal menembus bumi karena tehalang oleh dedaunan dan ranting dari pohon-pohon yang ada di hutan ini.

Mataku terpaku pada beberapa tangkai mawar yang tumbuh liar di hutan itu. Baru pertama kali kulihat bunga yang indah dengan tangkai berduri itu tumbuh di hutan ini. aku ingin memetik 3 tangkainya. Aku melangkahkan kakiku menuju tempat bunga itu tumbuh sambil menahan sakit karena kakiku menginjak ranting tajam dan dedaunan kering yang berserakan di tanah.

Dengan tiga tangkai bunga mawar di tangan aku berjalan tanpa arah. Langkahku terhenti didepan tiga buah gundukan tanah yang masing-masing mempunyai batu nisan. Nisan pertama bertuliskan “Cinta”, nisan kedua bertuliskan “Teman” dan nisan ketiga bertuliskan “Hidup”. Pada masing-masing kuburan itu kutancapkan setangkai mawar.

Mereka bertiga adalah kuburanku. Kuburan buat cintaku, buat temanku dan buat hidupku. Aku merasa diriku sudah mati. Yang hidup saat ini hanya rohku yang belum mau melepaskan diri dari jasadku.

Cintaku sudah mati sejak Arik, kekasihku yang sangat kucintai meninggalkanku. Dia mencampakkanku setelah semua yang telah kulakukan dan kukorbankan untuk dirinya. Dia lebih memilih orang lain yang lebih baik daripada aku. Apalagi saat itu Arik berkata bahwa dia sama sekali tidak pernah mencintaiku. Selama ini dia hanya menganggapku sebagai seseorang yang bisa dimanfaatkan.

Tiba-tiba aku seperti melihat dirinya memegang sebilah pedang tajam. Pedang itu dia tusukkan ke dadaku. Aneh, pedang itu tidak membunuhku. Pedang itu serasa menembus diriku. Tetapi sesaat setelah pedang itu menembusku, aku merasa seprti ada bagian yang hilang dalam diriku. Arik telah membunuh cintaku.

Kuburan kedua itu adalah sebagai simbol pengkhianatan yang dilakukan sahabat-sahabatku yang selama ini sangat kupercaya. Dan kuburan terakhir itu kupersiapkan untuk pemakaman hidupku yang tinggal sebentar. Aku yakin hidupku tidak akan lama lagi karena cintaku dan sahabatku telah meninggalkannya.

Karena itulah aku tinggal di hutan yang lebat ini. Aku telah tinggal di hutan ini selama hampir dua bulan. Aku ingin menjalani kesendirianku dan pergi dari kehidupan. Aku ingin mengasingkan diriku dan menanti saat-saat kematianku. Menanti saat-saat aku menyusul cintaku, sahabatku dan jiwaku yang telah meninggalkanku terlebih dahulu.

Setelah menancapkan setangkai mawar pada masing-masing kuburanku, aku duduk bersandar pada sebatang pohon. Mataku kembali menatap setangkai mawar yang sekarang menghiasi kuburan itu. Mawar itu terlihat murung. Mungkin karena dia kecewa harus tumbuh di atas sebuah kematian.

“Maafkan aku, mawar”, dan akupun terlelap.

Tiba-tiba ada sebuah cahaya yang sangat menyilaukan dan membuatku terbangun. Mataku tidak bisa melihat dengan jelas hingga cahaya itu meredup. Aku melihat tiga sosok yang belum pernah kulihat sebelumnya berada dihadapanku. Mereka tersenyum kepadaku, tetapi aku tidak merasakan sebuah senyuman kebahagiaan. Mereka terlihat seperti sosok yang menderita.

“Siapa kalian ?”, tanyaku terbata-bata ujarku sambil bergerak mundur kebelakang. Aku sebenarnya sangat ketakutan melihat ketiga sosok itu.

Satu dari mereka maju kedepan menghampiriku. Dia memakai pakaian berwarna putih yang bercahaya. Tetapi cahayanya sangat redup. Wajahnya putih dan sesaat kemudian aku baru menyadari bahwa wajah pada sosok itu mirip dengan wajahku. Aku semakin ketakutan dan semakin terdesak. Aku berniat berlari tetapi kakiku sekarang tidak bisa kulangkahkan. Aku seperti terpaku di tempat itu.

“Siapa kau”, tanyaku lagi.

“Kau sudah tahu siapa aku”, jawab sosok itu.

“Siapa kau, apa yang akan kamu lakukan kepadaku”

“Aku adalah cinta yang ada didalam jiwamu”

“Tidak, kau bohong. Kau sudah mati. Lihatlah itu kuburanmu”, ujarku sambil menunjuk kuburan-kuburan itu. Tetapi tiba-tiba aku sangat terkejut. Kuburan itu sudah tidak rapi lagi, kuburan itu baru terbongkar.

“Aku belum mati, Randi”

“Tidak. Kau telah mati. Arik telah membunuhmu dengan pedangnya. Dan sejak saat itu aku tidak merasakan kehadiranmu lagi di dalam jiwaku. Engkau sudah hilang. Engkau sudah mati. Mati!”

“Aku belum mati, Ran. Aku masih hidup. Tetapi aku sekarat. Kamu lihat cahaya disekitarku ini. Cahaya ini belum padam jadi itu artinya aku belum mati. Tetapi cahayanya redup karena aku sedang sekarat. Selamatkan aku, Randi”

“Tidak kau telah menyusahkanku. Lebih baik kau mati”

“kau salah, Randi. Cinta tidak membuat orang susah. Cinta itu membuat orang bahagia. Tolong beri aku kesempatan sekali lagi untuk membuatmu bahagia kembali. Beri aku kesempatan untuk bercahaya lebih terang seperti sebelumnya”

Aku terdiam. Kemudian sosok yang kedua datang menghampiriku. Sosok ini berjubah hijau yang bercahaya. Sama seperti sosok yang pertama cahaya sosok ini juga redup dan wajahnya juga mirip denganku.

“Kau jiwa persahabatanku?”, tanyaku.

“Iya, Ran. Dan aku sama seperti cinta, aku belum mati.”

“Tidak. Kau juga sudah mati sama seperti cinta.”

“Lihatlah diriku, Ran. Aku masih bercahaya meskipun sangat redup. Aku juga sekarat sama seperti cinta. Kami butuh jiwamu kembali untuk bisa hidup”

“Tidak. Aku tidak mau dikhianati lagi.”

“Kamu salah, Ran”, ujar sosok yang terakhir. Dia menghampiriku juga. Jubahnya tidak berwarna dan cahayanya masih cukup terang tidak seperti kedua sosok sebelumnya.

“Sahabatmu tidak mengkhianatimu, Randi. Seorang sahabat tidak akan pernah mengkhianati temannya. Mereka yang telah mengkhianatimu itu bukan sahabatmu. Sahabat itu seperti pohon rindang yang melindungi orang-orang yang berada dibawahnya dari panas. Sahabat itu seperti air yang menyegarkan orang-orang yang meminumnya. Sahabat itu seperti angina yang menyejukkan orang-orang disekitarnya. Begitu juga cinta. Cinta itu indah. Cinta itu suci. Dia tidak akan pernah menyakiti jiwanya. Kau lihat cintamu, putih, suci sama sekali tidak bernoda sedikitpun”

“Kau jiwaku?”

“Ya aku adalah jiwamu. Kau bisa melihat kan, cahayaku masih cukup terang. Aku masih hidup Ran, sama seperti cintamu dan sahabatmu. Kau tahu, sebenarnya bukan Arik yang membunuh cintamu atau pengkhianatan yang membunuh sahabatmu tetapi kau sendiri yang membunuh cintamu dan sahabatmu.”

“Aku membunuh kalian…”

“Ya, kau menguburkan kami dan memisahkan kami bertiga. Tahukah kau bahwa kami tidak bisa dipisahkan. Kami saling membutuhkan satu sama lain. Cinta dan sahabat butuh jiwa untuk hidup dan aku akan merasa hampa jika kau mengambil cinta dan sahabat dariku. Kau egois, Ran. Kau kejam. Kau bunuh dan kubur kami hidup-hidup. Padahal kami masih ingin hidup. Kami masih ingin hidup dalam dirimu.”

Aku berlutut dan menunduk dihadapan ketiga sosok itu. Aku seperti tidak mempunyai kekuatan untuk berdiri.

“Aku egois? Aku membunuh cintaku, sahabatku dan jiwaku? Aku membunuh diriku sendiri? Aku seorang pembunuh?” ujarku. Tak terasa kemudian butir-butir air mata keluar dari mataku.

“Randi, berilah kami kesempatan untuk hidup kembali. Bongkarlah kuburan itu dan ambil kembali cinta, sahabat dan jiwamu. Cepatlah, karena kami sudah sekarat. Tolonglah kami, Randi. Jangan bunuh kami,” sahut ketiga sosok itu serempak. Dan bersamaan dengan itu mereka menghilang dari hadapanku.

Aku kembali terbangun dari tidurku.

“Hah cuma mimipi,” gumamku.

Aku melihat ketiga kuburan itu masih rapi lengkap dengan setangkai mawar yang tertancap disana. Aku bangkit dan melangkah menuju ketiga kuburan itu.

“Cintaku, sahabatku dan jiwaku maafkan aku. Aku menyesal telah mengubur kalian. Padahal kalian masih hidup. Aku bukannya ingin membunuh kalian, hanya saja aku merasa sudah bosan dengan hidupku ini. Aku kecewa tetapi tidak seharusnya aku membunuh kalian. Sekali lagi maafkan aku. Aku akan bongkar kuburan kalian.”

Dengan penuh penyesalan aku ambil mawar yang menancap di kuburan itu untuk kemudian aku bongkar ketiga kuburan itu. Tiba-tiba aku merasakan tubuhku serasa segar kembali. Tampaknya cinta, sahabat dan jiwaku telah bersatu kembali di jasadku. Aku bisa merasakan itu. Kini sudah saatnya bagiku untuk mencari kembali cinta dan sahabat sejatiku yang entah dimana berada. Meski jauh, aku akan terus mencari. Mencari dan mencari hingga saat jiwa dan hidupku benar-benar berakhir.

*ditulis di Surabaya, sekitar bulan Januari 2003 *


Read More......

Friday, January 18, 2008

Suatu Pagi Di Stasiun

Stasiun telah ramai pada hari ini. Padahal dua jarum sebuah jam dinding yang terpasang di tembok stasiun baru menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Entahlah apa yang telah membuat para manusia sudi berhiruk-pikuk di Stasiun sepagi ini. Apakah para manusia itu mempunyai waktu yang berbeda dengan waktu stasiun. Setahu saya didunia ini, pada setiap tempat, Tuhan hanya memberikan satu waktu saja, tidak kurang dan tidak lebih sedetikpun.

Seorang anak muda baru saja masuk kedalam stasiun. Dia membawa sebuah tas ransel besar. Dia memakai kaus berwarna putih dan celana jeans biru yang sudah sangat kumal. Wajahnya sebenarnya tidak bisa dibilang ramah. Rambutnya yang panjang sebahu dibiarkan terurai. Di wajahnya terdapat bekas sayatan pisau yang melintang panjang sedikit dibawah mata kirinya. Badannya juga besar dan kekar. Tetapi saat ini wajah itu terlihat sangat lelah. Sepasang kantung mata terlihat jelas menghiasi kedua kelopak matanya.

Begitu masuk kedalam stasiun, hal pertama yang dia lakukan adalah melihat arloji yang melingkar dilengannya. Dan sesaat kemudian wajahnya terlihat sedikit ceria dan ada gumaman kecil keluar dari mulutnya.

“Ah, ternyata aku bisa sampai disini lebih cepat 15 menit”

Pemuda itu menurunkan tas yang sedari tadi membebani punggungnya. Dia meletakkan tas itu pada sebuah kursi kosong. Setelah itu dia menatap sebuah papan berwarna hitam yang tertempel diatas loket penjualan karcis. Itu adalah papan jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api ke dan dari stasiun ini. Cukup lama pemuda itu menatap papan itu sambil sesekali melihat kembali arloji yang ada ditangannya.

Setelah puas menatap papan itu dia duduk di kursi disamping tasnya. Dia merogoh dompet yang dia letakkan di saku belakang celana jeansnya. Matanya menatap lekat-lekat isi dari dompet. Selembar uang sepuluh ribuan terselip didalam dompet itu bersama dengan 3 keping uang logam limaratusan. Pemuda itu bernapas dengan begitu berat.

“Uh, uangku hanya tinggal ini. Aku tidak bisa pulang”

Pemuda itu bingung. Hatinya serasa menangis merasakan nasib yang sekarang sedang menghimpitnya. Tetapi hanya hatinya saja yang dia izinkan untuk menangis, matanya tetap kering hanya sedikit lebih sayu. Dalam kebingungannya itu, ditatapnya satu persatu orang yang lalu lalang disekitarnya. Semua terlihat sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, tidak ada yang memperhatikan dirinya. Tiba-tiba ada rasa marah yang timbul dari dalam hati pemuda itu. Mengapa orang-orang itu tidak mempedulikannya, apakah orang-orang itu tidak merasakan kehadirannya.

Pemuda itu memukul tas ranselnya. Dia melampiaskan kemarahannya. Tiba-tiba ada seorang malaikat kecil yang membela lengannya yang kekar. Tangan mungil itu begitu halus dan suci. Suara lembut keluar dari mulutnya.

“Mengapa kakak menangis ?”, ujar malaikat kecil itu. Dia berpakaian putih hanya saja tidak ada sayap yang menempel di punggungnya. “Kakak kan laki-laki, kata mama, laki-laki itu tidak boleh cengeng”

“Siapa yang menangis”, sahut pemuda itu. Alam sadarnya mengirimkan perintah untuk menghentikan saraf tangannya agar berhenti memukul tas ranselnya.

“Kalau tidak menangis, mengapa mata kakak berair ?”

Saat itu juga pemuda itu menyadari bahwa matanya telah berkaca-kaca tanpa dia sadari. Secara reflek diusapnya air mata yang belum tumpah itu dari matanya.

“Enggak, Kakak gak nangis kok”

“Kakak lapar? Nih aku punya roti,” kata malaikat kecil itu.

“Terimakasih.”

“Ria, sini…”, ujar seorang wanita yang berusia kira-kira 35 tahun. Dia membawa sebuah tas. Pemuda itu melihat wanita itu dengan takjub, wanita itu sebenranya sangat cantik tetapi entahlah terlihat ada sesuatu yang membuat kecantikannya itu tertutupi oleh sedikit kelabu. “Jangan jauh-jauh dari Ibu, Nanti kamu bisa hilang”, ujar wanita yang ternyata adalah ibu malaikat kecil itu.

“Aku ingin menghibur Kakak ini Bu, dia tadi menangis. Kata Ibu guru Ria, kalau ada orang yang lagi bersedih, kita harus menghiburnya” sahut Ria. Ucapan yang terdengar sangat polos dari seorang bocah kecil yang belum terkontaminasi oleh kehidupan.

“Iya Ibu tahu, tetapi jangan sembarangan menghibur orang, apalagi orang yang belum kita kenal, Ayo sini”

“Kak, Ria permisi dulu ya. Kakak jangan nangis lagi, ya”

Pemuda itu menganggukkan kepalanya. Baru saja dia merasa gembira karena ada seorang malaikat yang diutus oleh Tuhan untuk menolongnya, tetapi ternyata hal menggembirakan itu tidak berlangsung lama. Sekarang malaikat itu telah pergi darinya.

“Ria, berhati-hatilah dengan orang asing. Kakak yang kaukenal tadi kelihatannya bukan orang yang ramah”, bisik Ibu itu ketika sudah agak jauh dari Pemuda itu.

“Kakak tadi bukan orang jahat Bu, kenapa Ibu berkata seperti itu, kata Ibu kita tidak boleh berburuk sangka terhadap orang”

“Lihat saja rambutnya yang panjang dan tidak terawat, trus bekas luka yang ada dimatanya, itu pasti bekas sayatan pisau. Dia pasti suka bertengkar. Dia orang jahat Ria. Tangisannya itu tadi hanya pura-pura, agar menarik perhatian orang. Dan kamu tadi nyaris menjadi korbannya”

Dan berlalulah seorang ibu dan anak gadisnya dari kehidupan pemuda itu. Untunglah Pemuda itu tidak mendengarkan beberapa kalimat terakhir dari wanita itu. Pastilah akan lebih sakit lagi bagi Pemuda itu jika mendengarnya.

Pemuda itu bangkit dari kursinya. Roti yang ditangannya sudah habis. Dia makan dengan sangat lahap, maklumlah seharian ini dia belum makan. Sebenarnya sejak tadi dia ingin membeli makanan tetapi dia tahu bahwa uang yang dia miliki sekarang belum tentu cukup untuk perjalanan pulang, karena itu dia memutuskan untuk tidak membeli makanan. Dengan badan yang sudah sedikit bersemangat dia berjalan menuju loket penjualan tiket.

Sesampainya disana Pemuda itu ternyata tidak ikut antri. Dia duduk di lantai kemudian mengambil saputangan yang terselip di celananya. Dia membuka saputangan itu tepat dihadapannya. Dia mengemis.

Limabelas menit telah berlalu tetapi tidak ada selembar ataupun sekeping uang pun yang mengisi saputangannya. Padahal antrian didepan loket itu cukup panajang dan ramai tetapi tidak ada seorangpun yang memberi perhatian kepadanya, malah kadang-kadang terdengar oleh pemuda itu, cemoohan dari beberapa orang yang ikut antri. Awalnya pemuda itu cukup sabar dengan keadaan ini tetapi ternyata hal itu tidak berlangsung lama, amarah yang sedari tadi dipendamnya kini sudah meledak. Dia merasa sangat terhina. Letusannya terdengar bersamaan dengan teriakan yang keluar dari mulutnya.

“Tutup mulut kalian !! Kalau kalian memang ingin tidak ingin memberiku tidak apa-apa, tapi jangan hina aku seperti itu”

Suasana Stasiun mendadak menjadi sunyi setelah teriakan itu. pengunjung stasiun menghentikan aktivitasnya masing-masing dan mata mereka semua tertuju pada pemuda itu. Seorang petugas keamanan menghampiri pemuda itu. Dia menghunus pentungan di tangan kanannya. Dia acungkan pentungan itu tepat dimuka si pemuda.

“Saya tidak ingin ada pembuat onar seperti kamu berada di stasiun ini, sekarang kemasi barangt-barangmu dan pergi dari sini”, sahut si petugas keamanan.

Pemuda itu terkejut. “Maafkan saya, Pak”, ujarnya sambil melipat kembali saputangannya yang sedari tadi menjadi kain lap lantai stasiun.

Bukan perlakuan adil yang diterima si pemuda dari petugas keamanan itu. Dia ditendang dan dipukuli oleh beberapa petugas keamanan. Dan pada akhirnya dia dilemparkan keluar dari stasiun beserta tas ranselnya. Gumaman dan ocehan dari beberapa orang yang ada di stasiun seperti menjadi cerita pengantar si pemuda untuk terbang melayang dan terlempar dari stasiun. Semuanya merasa setuju dengan apa yang telah dilakukan oleh petugas keamanan tadi, seorang pembuat onar harus disingkirkan dari stasiun.

“Tapi aku bukan pembuat onar, seperti yang kalian tuduhkan. Aku mengemis karena aku butuh uang untuk pulang ke kampung halamanku. Aku tidak akan mengganggu kalian semua”, ujar si pemuda begitu tubuhnya mendarat di bumi. “Jangan kau hina aku, aku juga manusia, bukan binatang”, ujarnya sambil mencoba bangkit. Dia memegang punggungnya yang terasa sangat nyeri.

Stasiun menjadi sunyi kembali. Orang-orang di stasiun hanya termangu melihat semua kejadian itu.

“Aku memang pernah berubah menjadi binatang. Aku pernah mencuri, merampok bahkan membunuh orang. Tapi itu dulu. Aku sudah mendapatkan hukumannya di penjara selama 6 tahun. Kenapa kalian hukum lagi aku. Belum cukupkah penderitaan yang kualami di penjara itu ? Aku ingin kembali ke kodratku. Aku ingin menjadi manusia lagi. Aku ingin berubah. Tapi aku tahu, aku tidak akan pernah berubah jika aku tetap di kota ini. Kota ini sudah menjadi kutukan buatku. Aku ingin pulang. Hanya di kampung halamanku, aku bisa menjadi manusia kembali. Tapi sekarang, uangku tidak cukup untuk pulang. Saat ini aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Dulu hal seperti ini tidak menjadi sebuah masalah bagiku, karena begitu tiada sepeser uang di dompetku, aku bisa merampok atau mencuri. Tetapi aku sudah tidak mau melakukan itu lagi. Yang kubisa hanya mengemis”

Tidak ada seorangpun yang berbicara dan tidak ada seorangpun yang berani mendekati pemuda itu. Semuanya terlihat serius mendengarkan sebuah dongeng kehidupan dari seorang mantan narapidana. Tiba-tiba sekeping uang logam berdenting didepan pemuda itu. Suaranya yang pelan telah memecah kesunyian sesaat yang lalu.

“Nih terima”, ujar seorang laki-laki dengan perut buncit dan berkumis lebat melintang disepanjang atas bibirnya. Dia memakai jas berwarna cokelat dan membawa tas koper berwarna hitam. Dimulutnya menyala sebatang rokok yang tinggal setengah batang. “Lekas pergi dari kota ini”

“Terima kasih, pak”, ujar pemuda itu sambil berlutut mnghadap orang itu.

Dentingan uang logam itu ternyata menjadi lokomotif bagi uang logam yang lain. Sesaat setelahnya beberapa uang logam menyusul untuk ikut berpesta dentingan. Mereka melompat-lompat dan menggelinding, sebelum akhirnya jatuh mengitari pemuda itu. Wajah mereka bermacam-macam, ada yang seratus, dua ratus atau bahkan lima ratus. Wajah si pemuda berubah menjadi sedikit ceria. Berkali-kali kata TerimaKasih terucap dari mulutnya. Memang hanya itu yang bisa dia lakukan, berlutut dan mengucapkan terima kasih pada orang-orang yang telah memberinya recehan.

Dua menit kemudian, hujan recehan itu berakhir. Dihadapan pemuda itu sekarang berserakan puluhan uang logam. Harta karun itu dia kumpulkan dan dibungkusnya dengan hati-hati dengan saputangannya. Pemuda itu begitu serius mengumpulkan uang itu sampai-sampai tidak merasakan ada seorang bocah kecil yang mendekatinya.

“Kakak, butuh uang ? Nih Ria punya”, ujarnya sambil menyodorkan selembar uang sepuluh ribuan kepada si pemuda.

Pemuda itu mengangkat kepalanya dan dihadapannya sekarang berdiri dengan anggun malaikat kecil yang telah memberinya sarapan pagi. Pemuda itu tidak berkata apa-apa. Dia merasa mulutnya kaku dan tidak bisa terbuka.

“Ambillah Kak, Ria punya hutang kebaikan kepada Kakek Ria. Tetapi Kakek sudah lebih dulu pergi sebelum Ria bisa membalas kebaikannya. Kemudian suatu malam Ria bermimpi untuk membalas utang kebaikan itu kepada orang yang membutuhkan”

Tiba-tiba sebuah kekuatan telah melemaskan kembali mulut Pemuda itu dan sekarang dia dapat berbicara kembali. “Kakak punya syarat sama Ria dan Ria harus menyetujuinya jika Ria ingin Kakak menerima uang Ria”

“Apa itu Kak”

“Yang pertama, Ria nggak boleh melarang Kakak menangis, terus yang kedua Ria harus membolehkan Kakak memeluk Ria”

Ria mengangguk dan bersamaan dengan itu air mata pemuda itu meleleh. Dia memeluk Ria, malaikat kecilnya dengan sangat erat.

“Terima kasih malaikatku”, ujarnya sambil melepaskan pelukannya. Dia menerima uang itu dari Ria. Ria hanya tersenyum dan kemudian dia berbalik memandang Ibunya yang sedari tadi tidak berhenti menangis.

“Ibu jangan menangis. Ria betul khan Bu, Kakak itu bukan orang jahat”

Ibu dan anak itu pergi untuk yang kedua kalinya dari hadapan Pemuda itu. Sesaat sebelum naik kereta api, Ria sang gadis kecil itu menoleh dan memandangi wajah si pemuda itu untuk terakhir kalinya. Didalam kereta gadis kecil itu berdoa dan berharap suatu saat nanti dia dapat bertemu kembali dengan pemuda itu. Begitu juga dengan pemuda itu, dia juga berharap dapat bertemu lagi dengan malaikat kecilnya itu suatu saat nanti.

Harapan yang nantinya akan dikabulkan oleh Tuhan karena 10 tahun setelah kejadian hari ini, Tuhan akan mempertemukan pemuda itu dengan Ria di sebuah kota yang belum pernah terbayang dalam pikiran mereka saat ini. Tetapi pertemuan mereka saat itu sangatlah berbeda dengan pertemuan mereka sekarang. Sepuluh tahun telah merubah banyak hal pada diri mereka masing-masing dan pada saat dipertemukan nanti, peran mereka berganti. Si pemuda nantinya akan menjadi malaikat bagi Ria seseorang yang pernah menjadi malaikatnya. Ria berubah menjadi gadis liar dan tenggelam dalam dunia gelap prostitusi. Wafatnya seorang Ibu dan kebutuhan untuk dapat tetap hidup telah membuat Ria berubah. Kota yang indah itu nantinya akan menjadi sebuah tempat pertemuan seorang malaikat dengan malaikatnya.

* cerpen ini ditulis di Surabaya sekitar bulan September 2002. Tidak ada revisi sama sekali dari versi kala pertama dibuat dulu*

Read More......
 

Copyright(r) by wongkentir