Friday, April 11, 2008

Parameter Penilaian Sebuah Pembangkit

Cukup lama juga tidak menulis lagi tentang ketenagalistrikan. Mungkin bagi para pembaca setia blogku yang suka dengan rubrik-rubrik ketenagalistrikan jadi rindu akan tulisanku (cieee, emang ada yang mau baca blogku ya. Sebelumnya terima kasih banyak bagi teman-teman blogger semua yang berkunjung kemari). Oke, untuk mengobati rasa rindu, aku akan menulis lagi tentang ketenagalistrikan.

Tapi jika menginginkan tulisan yang bernuansa teknik, mungkin agak sedikit kecewa, karena tulisan kali ini bercerita tentang Parameter Penilaian Sebuah Pembangkit di Indonesia. Tapi tidak ada salahnya kan tahu. Setidaknya menambah wawasan.

Di Indonesia ada dua parameter utama untuk mengetahui baik buruknya kinerja sebuah unit pembangkit, yakni EAF dan Nilai Efisiensi Pembangkit. Penjelasan keduanya akan dibahas berikut ini.

EAF (Equivalent Availability Factor)

EAF adalah faktor kesiapan unit pembangkit. Nilai EAF berupa perbandingan yang didapat dari kesiapan pembangkit untuk beroperasi (baik dalam kondisi stand by ataupun operasi) dibagi terhadap waktu.

Lebih detailnya lihat rumus berikut ini.

EAF = (Plant Hour (PH) – Plant Outage (Pembangkit tidak beroperasi) – Dereating (Penurunan kemampuan operasi)) / PH * 100%

Penjelasan:

Plant Hour adalah jumlah jam yang seharusnya bisa digunakan pembangkit untuk beroperasi. Karena pembangkit listrik bekerja penuh 24 jam nonstop, maka Nilai Plant Hour dari semua pembangkit listrik adalah sama 24 x 365 (jumlah hari dalam satu tahun) = 8760. Jika pembangkit tersebut mempunyai EAF 100 % artinya Pembangkit tersebut mampu bekerja penuh selama 8760 jam tanpa berhenti. Mungkinkah? Hampir tidak mungkin karena dalam satu tahun, setiap pembangkit pasti pernah mengalami Outage. Ibarat manusia, mesinpun butuh istirahat.

Lalu Apakah Outage itu. Outage adalah kondisi saat pembangkit tidak beroperasi. Outage disebabkan bermacam-macam. Ada Plant Outage atau Outage yang memang sudah direncanakan. Dalam setiap tahun pembangkit akan selalu mengalami Plant Outage yang biasanya disebut Over Haul. Lalu ada lagi Maintenance Outage. Outage jenis ini disebabkan karena pekerjaan maintenance yang urgent dan harus dilakukan saat unit stop. Karena urgent itulah biasanya unit terpaksa di stop dulu beberapa jam untuk memberi kesempatan teknisi pemeliharaan melakukan pekerjaannya. Dan jenis Outage yang terakhir adalah Forced Outage. Outage jenis ini adalah Outage yang tidak diharapkan. Outage ini disebabkan adanya gangguan dari luar sehingga menyebabkan unit stop.

Sedangkan arti dereating adalah penurunan kemampuan unit pembangkit karena gangguan. Misalnya PLTU Muara Karang Unit 4 dengan kapasitas 200 MW hanya bisa memproduksi listrik maksimal 165 MW. Itu artinya Unit 4 tsb mengalami dereating sebesar 35 MW.

Di Indonesia, fungsi EAF tidak hanya sebagai salah satu parameter utama baik buruknya kinerja tetapi juga berkontribusi sebagai salah satu sumber pendapatan Unit Pembangkit itu sendiri. Hal ini disebabkan sistem kelistrikan di Indonesia menggunakan Model Komponen dimana tarif listrik dari Pembangkit kepada PLN dinilai dari dua hal, yakni Kesiapan Unit Pembangkit (EAF) dan Penjualan Energi Listrik.

Jadi intinya, meskipun pembangkit tersebut dalam keadaan stand by (tidak beroperasi tetapi tidak dalam kondisi Outage), pembangkit tersebut sudah dibayar. Kalau Tanya jumlah duitnya, saya gak tau, he he he.

Nilai Effisiensi Pembangkit

Nilai Efisiensi pembangkit adalah ukuran untuk mengetahui seberapa efisienkah Unit Pembangkit tersebut dalam menghasilkan energi.

Pada Pembangkit Thermal berbahan bakar seperti PLTU, PLTG, PLTD nilai efisiensi utama pembangkit biasanya dihitung dari nilai NPHR atau Nett Plant Heat Rate. NPHR adalah perhitungan jumlah kalor / panas yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 KWh listrik. Jumlah kalori ini dihitung dari jumlah pemakaian bahan bakar. Semakin besar nilai NPHR, berarti semakin buruk kinerja dari pembangkit tersebut.

Sedangkan untuk pembangkit thermal tidak berbahan bakar seperti PLTP, aku belum tahu pasti bagaimana cara menghitung efisiensinya karena belum pernah berkunjung dan mengetahui secara pasti kinerja unit pembangkit geothermal ini.

Untuk Pembangkit berbahan bakar tergantikan dari alam seperti PLTA, PLTB dll, sebenarnya hampir tidak ada efisiensi pembangkit disana karena bahan baku pembangkitnya sendiri bisa didapat gratis. Tetapi sekarang ini air-air di waduk yang digunakan PLTA tidak dikelola oleh PLTA itu, melainkan sudah diambil alih oleh beberapa perusahaan pengelola air. Jadinya sekarang untuk memakai air tersebut, PLTA harus membayarnya. Dari itu, mungkin sekarang ada perhitungan efisiensi pembangkit untuk PLTA. Tetapi secara pastinya aku belum tahu juga.

Yah itulah satu lagi sekelumit kisah dari Unit Pembangkit. Semoga bisa menambah wawasan.

7 Comments:

Anonymous said...

Nice blog, Lets save energy!

Anonymous said...

Sngt mnrk mas..blh lbh th ttng pltu

Unknown said...

indriee said :

sy mau tany nich
ap efisiensi desalination plant sama aj cra krjanya dengan efisiensi PLTU?

ridjal.yanuar said...

Setahu saya pada rumusan EAF itu ada variabel PH, dimana PH harusnya Periodic Hours bukan Plant Hours

kemudian ada beberapa indikator lainnya selain EAF dan Eff. Yaitu EFOR (% Gangguan), SOF (% pemeliharaan, SdOF (jumlah kali gangguan/unit)

jadi kesimpulannya
EAF = 1 - EFOR - SOF
sedangkan SdOF itu jumlah kali gangguan

Anonymous said...

penjelasannya sangat simpel tapi terima kasih sudah berbagi.
mungkin yg perlu sedikit di koreksi adalah tentang penulisan PO yg artinya = Planned Outage dan penulisan Derating.

Unknown said...

Bagaimana bisa itu ph dikurangi derating? Beda satuan om..

Anonymous said...

mantap pak Surya

 

Copyright(r) by wongkentir