Saturday, February 02, 2008

Banjir di Jakarta. Akhirnya...

Akhirnya Jakarta banjir lagi. Setelah menghampiri beberapa kabupaten dan kota di Indonesia, banjir akhirnya sampai juga dengan selamat di Jakarta. Hari ini (1/2/2008) hujan deras tidak berhenti mengguyur Jakarta. Tadi malam hujan deras pun mengguyur, tapi belum terdapat genangan yang berarti di sekitar kosku.

Sejak berangkat perasaanku sudah was-was. Maklum tahun lalu banjir besar menenggelamkan kamar-kamar kosku yang terdapat di lantai satu hingga setinggi 35 cm. Dan kamarku termasuk kamar-kamar yang apes itu. Di Jalan Latumeten III sendiri tahun lalu ketinggian air hingga mencapai pinggangku. Tapi meskipun was2, aku tidak melakukan pengamanan berarti. Tapi beberapa buku yang biasanya kutaruh sembarangan di lantai sudah ku amankan ditempat yang tinggi. Hanya saja aku lupa mengamankan kabel rolluk dan meninggalkannya tergeletak di lantai dengan kondisi masih menancap pada power listrik.

Hingga pukul 10.00, hujan belum mereda. Bahkan makin deras. Aku pun mulai dilanda kepanikan. Dan benar juga. Pukul 10.30, ada sms dari Haris, teman kosku - yang baru saja pulang adri shift malam – yang kamarnya berada di lantai 2 yang intinya air sudah sampai di bibir pintu.

Langsung saja aku kontak Mas Arief Laga yang kamarnya juga berada di lantai 1. Tapi sebelum aku mengontaknya, dia sudah menelponku dan langsung mengajak kembali ke kos. Setelah diizinkan Deputi Manajerku, kami langsung berangkat.

Petualangan yang seru. Menerobos banjir dan kemacetan yang menghadang. Belum lagi titik-titik air yang masih tak mau berhenti mengucur. Aku melihat awan begitu putih dan sedikit gelap. Tampaknya hujan masih belum mau mereda. Motor mas Arief terus melaju. Hingga didepan perempatan RS Atmajaya macet makin parah. Banjir sudah tinggi. Tinggi airnya sekitar paha. Dengan kunavigatori, mas Arief menjalankan motornya.

“Kiri mas!! Kanan mas!!! Sikat kiri!!! Sikat kanan!!! Tahan mas!!! Di bleyer2 mas, biar mesinne gak kedinginan!!! Masuk gigi satu ae!!!“

Itulah aksiku selama perjalanan.

Motor-motor lain mulai mogok, motor mas Arief masih sehat wal afiat. Kamipun akhirnya sampai di depan kos. Dan tinggi air ternyata sudah selevel dengan lututku. Kamarku sendiri ternyata telah kemasukan air setinggi mata kaki. Tanpa membuang waktu, aku langsung packing. Tapi sebelumnya kumatikan aliran listrik di kos. Aku memasukkan pakaian dan buku kedalam tas dan lemari susunku untuk kemudian kuungsikan ke kamar mas Dadang dan Haris di Lantai 2. Kegiatan pengungsian dihentikan sejenak untuk sholat jumat. Setelah itu dilanjutkanlah acara pengungsian. Dan di pukul 13.40 semua barangku sudah dinaikkan ke lantai 2. Hujan masih terus mengguyur tanpa henti. Bahkan waktu pulang sholat jumat tadi, angin sempat bertiup sangat kencang hingga titik-titik air hujan terlempar ke segala arah.

Sudah saatnya untuk kembali ke kantor.

Perjalanan pulang tidak kalah serunya. Bahkan dengan air yang semakin tinggi, perjalanan jadi makin sulit. Apalagi banyak kendaraan yang bergerak ke arah grogol, mengambil jalur yang sebenarnya untuk kendaraan yang menuju pluit. Ini karena jalur yang ke arah grogol sudah macet total dan sama sekali tidak bergerak.

Akibatnya beberapa kali kami nyaris bertumbukan dengan kendaraan lain. Belum lagi ulah beberapa preman yang langsung memanfaatkan kesempatan ini untuk sok mengatur lalu lintas dan meminta upeti dengan paksa dari kendaraan (terutama mobil dan angkot) yang lewat. Di perempatan bimoli yang ketinggiannya sudah makin tinggi, motor mas Arief akhirnya mulai terbatuk-batuk. Mungkin karena air sudah bisa mencapai businya.dan lubang knalpotnya. Tapi dengan terus memakain gigi 1 atau di gas keras-keras pada saat gigi netral, motorpun masih bisa melaju hingga akhirnya sampai kantor.

Pengungsian pun akan dimulai hari ini dan entah sampai kapan. Hiks...

Tampaknya iklim sudah sangat berubah. Cuaca menjadi tidak teratur. Perubahan terjadi sangat ekstrim. Beberapa hari terakhir sebenarnya cuaca terasa sangat panas, tapi mendadak kemarin dan hari ini hujan sangat deras tanpa henti.

Orang mungkin boleh berpendapat. Secara ilmiah ini akibat banyaknya zat sulfur dan karbon di atmosfer yang semakin tidak terkendali yang disebabkan pemakaian bbm dan batubara yang terlalu berlebihan dan penggundulan hutan yang kabarnya mencapai 30 %. Tapi yakinlah bahwa ini adalah azab dari Allah kepada manusia yang sudah sedemikian tamak dan rakus terhadap alam. Yang dipikirkan hanyalah mengeruknya tanpa memikirkan keseimbangannya dan kelestariannya. Menyesal? Pasti. Dan itu harus. Karena ternyata masih banyak orang di dunia ini yang belum menyesal dan belum sadar juga. Kalau kayak gini ya, entah sampai kapan azab Allah ini akan berakhir. Atau bahkan mungkin saat inilah kehancuran Bumi dimulai? Wallahualam.

2 Comments:

ngadmin said...

Hati2 Oom sur
jangan lupa jg turunin jangkar biar ga hanyut itu kosan..tau2 pindah ke tg.priok deh deket rumah arai :)

Anonymous said...

Ha ha ha, ada-ada aja nih dik arai. Kalau numpang ngekos dirumah dik arai boleh gak?
hi hi hi hi

 

Copyright(r) by wongkentir