Thursday, February 28, 2008

Superliga Indonesia, Pro-Fessional atau Pro-Tol di tengah jalan

Liga Indonesia memasuki babak baru di tahun 2008 ini. Setelah 14 tahun menjadi kasta tertinggi di liga Indonesia, tahun ini Divisi utama harus menyerahkan predikat itu kepada liga baru yang disebut Superliga. Wow, nama yang dahsyat. SUPERLIGA. Kalau membaca namanya, orang pasti berharap liga ini akan menjadi liga yang dahsyat, seru, tertib, dan yang pasti professional.

Untuk kata yang terakhir, langkah positif sudah dilakukan oleh pengurus PSSI. Superliga diperuntukkan hanya untuk klub-klub yang professional. Professional disini dalam arti klub-klub bisa mengurus sendiri rumah tangganya tanpa bantuan pihak tertentu (baca: Pemda / Pemkab / Pemkot dll). Yang disorot tajam oleh pemerhati sepakbola di Indonesia saat ini adalah salah satu pasal yang menyebutkan bahwa klub-klub peserta superliga dilarang menggunakan dana rakyat alias APBD. Sudah menjadi rahasia umum bahwa nafas dan urat nadi klub-klub di Indonesia saat ini 90 % lebih berasal dari APBD. Kita coba saja menilik 36 klub peserta liga Indonesia divisi utama 2007 yang baru saja berakhir. Tercatat hanya Arema Malang, Semen Padang, dan PKT Bontang yang tidak didanai sama sekali ataupun mendapat sedikit sekali dana dari APBD.

Biaya mengikuti Liga Indonesia memang berat. Meski sudah terbagi menjadi dua wilayah berdasarkan letak geografis, masih saja semua itu terasa berat. Belum lagi gaji dan nilai kontrak pemain yang meningkat tajam sejak tahun 2002. Bahkan bisa dibilang gaji pemain bola sekarang sungguh edan. Pemain asing termahal di Indonesia tercatat mempunyai nilai kontrak 1.25 M per tahun. Sedangkan untuk pemain lokal 1.1 M per tahun.

Akhirnya, jika di rata-rata pengeluaran klub-klub di Ligina mencapai angka 12 hingga 15 M per musim. Jadi jika di total biaya keseluruhan total klub-klub Ligina selama semusim jika di ambil nilai terendah adalah 12 M x 36 = 432 M. Hampir Setengah trilliun rupiah. Wow, lagi-lagi nilai yang sangat besar. Berarti selama ini APBD yang keluar dengan sia-sia mencapai angka itu. Sia-sia? Kenapa ku bilang sia-sia. Karena sampai saat ini tidak ada prestasi yang membanggakan baik di level timnas maupun level klub di tingkat Asia. Semuanya hanya menjadi gengsi kedaerahan semata yang berujung pada kerusuhan demi kerusuhan hingga memakan korban jiwa. Terlebih lagi secara tidak langsung, gara-gara terlalu jor-joran memberikan uangnya pada sepakbola, olah raga lain menjadi kekurangan dana. Olahraga yang selama ini menjadi lumbung medali emas Indonesia di arena2 multievent seperti Atletik, renang, anggar bahkan bulutangkis menjadi anak tiri dan pada akhirnya lagi Indonesia sekarang menjadi tertinggal jauh. Bahkan dari Negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia dan Thailand. Sudah sepakbolanya gak maju-maju, olah raga yang lain hancur.

Oke, kembali ke Superliga. Dari 12 – 15 M biaya, hampir 90 % diambilkan dari APBD, bahkan ada klub yang 99 % menggunakan dana APBD (karena 1 % nya dari subsidi sponsor Liga). Jadi pertanyaannya, mampukan Superliga benar-benar menjadi Liga yang professional. Atau nantinya malah prothol di tengah jalan, gara-gara klub-klub kehabisan nafas dan gak tahu mau nodong dari mana lagi. Atau nantinya malah kembali ke selera asal, nggerogoti APBD.

Yach mungkin memang inilah wajah persepakbolaan Indonesia. Maju kena mundur kena. Mau di matikan, itu tidak mungkin. Berapa banyak pemain bola yang akan menganggur karena hilangnya mata pencaharian utama mereka. Berapa juta supporter di Indonesia yang akan sedih dan kecewa karena kehilangan tontonan. Tapi kalau diteruskan, berapa banyak lagi uang rakyat yang akan terbuang percuma. Berapa banyak lagi nyawa melayang sia-sia.

Kalau sudah kayak gini mau nuntut kemana? PSSI? Nuntut apa lagi? Lha wong persoalan mudah, mengganti ketua umum yang nyata-nyata narapidana saja gak bisa, padahal Menegpora sudah mengultimatum, KONI sudah menyerukan, bahkan FIFA pun mengancam akan meng-embargo Indonesia dari dunia sepakbola Internasional. Tapi tetap saja mereka tutup telinga.

*Sigh*

Yach jadi bingung mau nulis apa lagi. Sepakbola kita sedang mati suri dan semoga memang hanya mati suri, bukan mati beneran untuk selama-lamanya. Sekarang yang kita butuhkan adalah solusi. Solusi untuk bisa bangkit dari keterpurukan ini. Jika memang PSSI sudah tidak bisa diandalkan, mungkin waktunya supporter-suporter di seluruh Indonesia bersatu. Mungkin saatnya membuktikan pada Negara, bahwa supporter tidak hanya biang rusuh, biang kerusakan, tetapi sanggup memberikan solusi demi kebangkitan sepakbola nasional. Sudah saatnya supporter menjadi tulang punggung sepakbola nasional. Caranya? Nah ini yang susah. Mungkin bisa menjadi alat kontrol pengurus klub maupun pengurus PSSI. Kalau memang klub dan PSSI gak mau tau, boikot saja pertandingan-pertandingan Liga. Tokh boikot / mogok bukan berarti tidak peduli, tapi kalau itu memang salah satu cara untuk didengarkan, kenapa enggak. Yang lainnya entahlah, aku sendiri masih belum tahu. Mungkin perlu lebih banyak otak yang berpikir untuk menjawabnya.

Ya udah deh, gitu dulu aja guys. Bagaimanapun juga, aku adalah salah satu jutaan supporter Indonesia yang akan kehilangan Liga Indonesia jika nantinya prothol di tengah jalan. Meski EPL, Lega Calcio, Laliga, UEFA Champ League makin menarik dan seru, tapi tetap saja aku hanya bisa menyaksikannya lewat televisi. Mau nonton langsung, merasakan gemuruhnya atmosfer pertandingan, Mau lonjak-lonjak gila bersama banyak orang kalau tim kita mencetak gol, mau nangis, sedih kalau tim kita kebobolan ataupun kalah. Itu cuma bisa kita temukan di Liga Indonesia.

Semoga Liga Indonesia semakin maju. Semoga SuperLiga menjadi benar-benar Liga Professional dan bukan hanya omong besar saja. Dan pada akhirnya, semoga semuanya itu berimbas positif pada prestasi timnas Indonesia yang sudah 17 tahun tanpa gelar Internasional.

Hiduplah Indonesia Raya

Bravo Sepakbola Nasional

0 Comments:

 

Copyright(r) by wongkentir