Friday, October 17, 2008

Catatan Milan Oktober 2008 [Part 2 Skema]

Bagian kedua dari catatanku adalah Skema atau formasi. Skema ini aku khususkan pada skema milik Carlo Ancelotti, arsitek Milan 7 tahun terakhir. Carletto, panggilan akrabnya, adalah salah satu arsitek sukses di Milan. Selama 7 tahun pengabdiannya, sudah ada banyak trofi yang dipersembahkannya untuk Milan yakni Scudeto 2004, Coppa Italy 2003, UEFA Champions League 2003, 2007 dan Fifa World Club Championship 2007.

Skema andalah Carletto dalam 2 musim terakhir adalah 1-4-3-2-1 atau yang terkenal dengan formasi pohon Natal. Pemakaian komposisi ini sebenarnya lebih disebabkan kegagalan duet Gilardino – Inzaghi (terutama pada sisi Gilardino) yang saat itu sangat diharapkan publik Milan serta kenyataan bahwa lini tengah Milan lebih menjanjikan karena dihuni pemain-pemain kelas wahid yang sayang untuk di bangku cadangkan.

Musim lalu komposisi terbaik Milan untuk formasi ini adalah

Kalac(1) – Oddo – Nesta – Maldini – Kaladze (4) – Ambrossini – Pirlo – Gattuso (3) – Kaka – Seedorf (2) – Pato (1).

Sedangkan komposisi terbaik dalam 2 musim yang lalu adalah

Dida(1) – Oddo – Nesta – Maldini – Kaladze (4) – Ambrossini – Pirlo – Gattuso (3) – Kaka – Seedorf (2) – Pippo (1).

Formasi yang disebut terakhir adalah formasi yang membawa Milan menjadi juara Liga Champion 2007. Bahkan salah satu partai yang tidak akan pernah terlupakan adalah saat melumat raksasa Premier League, Manchester United tiga gol tanpa balas di semifinal 2nd leg. Saat itu permainan Milan begitu luar biasa. Cristiano Ronaldo sampai tidak berkutik. Kemenangan besar ManYoo 7 -1 atas Roma di babak sebelumnya seperti tak berbekas.

Tidak banyak yang berubah antara Milan 2006-2007 dan Milan 2007-2008. Tapi banyak perbedaan diantara 2 musim tersebut. Jika di musim 0607 Milan menjadi juara Eropa, sedangkan di musim 0708 Milan bak pecundang. Tersisih di 16 besar Eropa serta hanya finish di peringkat 5 liga yang artinya gagal tampil di Liga Champions.

Mengapa 2 formasi yang hampir sama, memberikan hasil yang sangat berkebalikan. Jawabannya adalah:

  1. Usia Pemain. Saat tampil di musim 2006-2007, Pemain-pemain seperti Nesta, Kaladze, Dida, Ambrossini, Oddo tengah mengalami puncak karir. Usia mereka berkisar 29 hingga 30 tahun. Sedangkan di musim selanjutnya, kondisinya sudah berbeda. Bertambah usia satu tahun, berarti berkurangnya banyak aspek bagi seorang pemain. Belum lagi keputusan controversial Paolo Maldini yang menunda pensiunnya. Faktor Maldini menurutku sangat dominant. Sebagai seorang yang dihormati, para pemain Milan, bahkan pelatih Carletto, bisa dikatakan “sungkan” untuk menyingkirkan Maldini dari starting eleven. Akibatnya lini belakang Milan sangat keropos.
  2. Skema Christmast Tree yang sudah dipakai selama 2 tahun lebih. Lawan sudah mengetahui gaya permainan Milan alias Skema 4-3-2-1 ala pohon natal yang masih dipertahankan Carletto. Skema sama, pemain-pemainnya tetap sama (muka baru, Pato baru bergabung tengah musim), tentu saja gaya bermain yang sama. Akibatnya, tim kecil seperti Empoli mampu membungkam Milan bahkan di San Siro. Ini sebenarnya hal yang wajar, tapi sayang mengapa pelatih sekaliber Carletto tidak menyadarinya.
  3. Cedera. Musim 2007 – 2008 adalah musim yang sial bagi beberapa pemain Milan. Mereka bergiliran cedera, mulai dari Ronaldo, Nesta, Kaka, Pippo, Seedorf, Gattuso hingga Gilardino bergantian cedera. Akibatnya Milan pun krisis pemain. Pemain baru yang dibeli, Pato, baru bisa main tengah musim. Akibatnya Milan pun krisis pemain. Sebagai bukti krisis, pemain muda seperti Alberto Paloschi sempat menembus tim utama. Padahal dalam sejarahnya, jarang sekali Milan memberikan kesempatan tampil pada pemain muda.
  1. Motivasi. Banyak pihak yang berkomentar, Liga Champion 2007 bisa diraih karena saat itu Milan mempunyai motivasi yang sangat tinggi. Terutama untuk membalaskan dendam pada Liverpool akibat malam final Istanbul 2005. Motivasi itu sangat terasa saat Milan menghadapi Manchester United di 2nd leg semifinal Liga Champions. Saat itu sehari sebelumnya Liverpool memastikan diri maju ke Final setelah menang adu penalty lawan Chelsea. Dengan motivasi besar ingin bertemu Liverpool dan segera membayar utang, Milan tampil trengginas. Hancurlah kekuatan anak-anak muda Manchester. Tapi setahun kemudian, menghadapi anak-anak muda Arsenal asuhan Wenger, Milan seperti tak bertaji. Bahkan seolah-olah mencari hasil seri di dua leg demi menggelar adu penalty. Benar-benar permainan tanpa motivasi. Mungkinkah ini karena seluruh pemain Milan sudah puas dengan gelar yang telah mereka raih yang bisa dibilang sudah sangat lengkap untuk level klub? Bisa jadi.
  2. Fifa Club World Championship 2007. Turnamen yang digelar di Tokyo pada pertengahan musim ini tak pelak menjadi salah satu biang penyebab kegagalan Milan musim 2007-2008. Akibat turnamen ini banyak pemain yang cedera. Jadwal Milan di liga pun banyak yang tertunda sehingga pada bulan februari hingga April, Milan memainkan banyak sekali pertandingan akibat penundaan. Sudah pemainnya banyak yang cedera, utang pertandingan yang dimainkan banyak, bisa dibayangkan betapa lelahnya pemain yang tersisa.

Dari analisa kegagalan tahun lalu, Masalah Fifa Club World Championship bisa dicoret dari agenda perbaikan tim. Tahun ini Milan tidak bermain di kompetisi tersebut. Selain itu untuk masalah konsentrasi dan kebugaran tim, Milan musim ini lebih baik. Gagal lolos ke Liga Champions bisa menjadi berkah agar Milan bisa merebut scudetto tahun ini, serta Piala UEFA kalau memungkinkan.

Masalah motivasi juga bisa dicoret. Setelah kegagalan memalukan musim lalu plus datangnya beberapa pemain baru bisa memberikan atmosfer baru di Milan. Pemain baru macam Ronaldinho, Zambrotta, Flamini, Senderos, ataupun yang baru kembali lagi ke Milan seperti Boriello, Abbiati dan Shevchenko tentu ingin membuktikan bahwa mereka sanggup membawa Milan menuju masa kejayaan kembali.

Masalah usia pemain masih cukup mengganggu. Paolo Maldini sekali lagi menunda pensiunnya. Keputusan yang cukup kontroversial karena sebenarnya Milan sangat butuh penyegaran di lini belakang.

Kalau masalah cedera bisa dibilang ini masalah hampir semua tim. Tidak ada yang bisa mempredikisi masalah ini, karena itu sebisa mungkin sebuah tim harus mempunyai stok pemain yang cukup. Di awal musim sudah ada 3 punggawa Milan yang masih berkutat dengan cedera bawaan musim lalu yakni Pippo Inzaghi, Nesta dan Kaka. Menyusul kemudian Pirlo dan Boriello. Senderos pun direkrut dalam keadaan tidak fit dan cedera. Tapi secara tim, stok materi pemain Milan musim ini lebih banyak dari musim lalu sehingga pemain-pemain yang menggantikan mereka yang cedera mempunyai skill yang hampir sama. Gattuso dan Pirlo misalnya, bisa digantikan Flamini ataupun menarik Seedorf agak ke tengah. Hanya lini belakang yang masih mengkhawatirkan. Kabar terakhir, Kakha Kaladze juga harus beristirahat karena cederanya kambuh. Diantara kabar buruk yang menimpa, Alhamduilllah, Kaka sudah bisa fit dan siap untuk bermain.

Masalah terakhir yakni Skema, adalah masalah utama yang harus segera diselesaikan Carletto. Ingin rasanya aku berteriak, “Plisss, stop playing Christmas tree!!!” Aku sangat muak melihat permainan Christmas tree ala Carletto. Meski berhasil memboyong Liga Champions 2007 dengan skema ini, tapi itu sudah lewat. Skema ini sudah mentok. Okelah, Milan berhasil mendatangkan pemain baru, tapi memaksa kembali bermain dengan skema ini sama saja dengan bunuh diri. Hasil pra musim pun menunjukkan kalau skema ini gagal.

Apa kelemahan skema ini hingga membuatku harus berteriak-teriak seperti tadi. Yang pertama tentu saja karena skema ini sudah diketahui musuh-musuh Milan. Bek-bek lawan sudah hafal kemana alur bola akan digulirkan.

Yang kedua factor pemain. Meski mendatangkan banyak pemain, kunci permainan Milan menurutku masih ditangan Kaka dan Pirlo. Kaka suka membawa bola, menjelajahi lapangan untuk kemudian melakukan shoot ataupun through pass. Sedangkan Pirlo mengatur serangan dengan memberikan umpan-umpan daerah maupun umpan lambung pada striker. Dengan satu orang striker, sangat mudah sekali untuk menggagalkan serangan Milan. Kunci Strikernya hingga jangan sampai menerima umpan lambung Pirlo maupun terobosan dari Kaka. Aku kira cukup mudah mengunci satu striker didepan. Apalagi sekelas Pato yang masih belum terasah. Lain lagi kalau striker tersebut Pippo (Sayangnya Pippo sudah kehilangan kecepatan karena usia serta sering cedera), mungkin masih bisa jalan. Bagaimana dengan Sheva? Sheva belum bisa dipastikan, apakah masih seperti yang dulu atau tidak. Tetapi sheva pun pernah berujar, kalau diperbolehkan memilih, dia lebih senang mempunyai duet didepan.

Lalu yang kedua blok tendangan Kaka dari lini kedua. Niscaya beres. Mungkin masih ada ancaman lain dari Seedorf? Bisa jadi, tapi kalau strikernya dikunci mati, seedorf mau umpan kemana juga? Mau ngeshoot? Ada kemungkinan di blok juga. Bisa aja tim lawan memasang dua atau bahkan 3 devensive midfielder untuk memblok tendangan Kaka maupun Seedorf.

Lalu bagaimana kalau Ronaldinho yang menggantikan posisi seedorf. Ini malah bisa runyam. Dengan posisi sama-sama sebagai trequarista, tetapi beda tipe (tipe permainan Kaka dan Ronaldinho akan dijelaskan lebih detail di part 3, Ronaldinho), ini malah bisa membahayakan keseimbangan tim. Coba bayangkan dengan tambahan Ronaldinho, Milan bermain seperti dengan 3 playmaker yakni Pirlo, Kaka dan Ronaldinho (Seedorf menrutku bukan playmaker. Dia lebih kearah, pengatur tempo dan penahan bola, seperti peran Owen Hargreaves, Gareth Barry, Xavi dll). 3 Playmaker (1 deep playmaker + 2 trequarista), tetapi yang disuplai cuman satu orang. Bolanya pasti mengarah kesitu-situ terus, ke striker tunggal. Makin mudah aja nguncinya. Permasalahan lain adalah tidak ada ceritanya sebuah tim berhasil dengan dua trequarista di satu lapangan. Inggris misalnya, tidak pernah bermain bagus saat Frank Lampard dan Steven Gerrard bermain bersama, padahal semua tahu bagaimana reputasi kedua pemain tersebut di klub masing-masing. Ada juga kisah Andres D’Alessandro dan Pablo Aimar di timnas Argentina yang gagal total berduet.

Hanya beberapa yang sukses, diantaranya Real Madrid ketika Zidane dan Luis Figo bermain bersama. Tetapi peran Figo sebenarnya bukan playmaker murni, karena dia lebih sering beroperasi dari sayap kanan. Peran Zidane dan Figo saat itu pun ditunjang dengan dua striker murni yakni Raul dan Morientes.

Nah, ini berarti skema 4-3-2-1 mustahil bisa dipertahankan. Harus ada 2 striker didepan, dan itu pastinya bukan Kaka ataupun Ronaldinho. Kalau salah satu dari mereka dipaksa maju untuk jadi striker, ya sama aja bohong. Tokh naluri mereka akan kembali menjadi trequarista. Nah kalaupun harus memasang Ronaldinho dan Kaka bersamaan, harus ada yang dikorbankan, yakni Pirlo. Ini semua demi keseimbanan lini tengah. Mungkin peran pirlo bisa digantikan Seedorf yang bisa bertahan dan menyerang sama baiknya, ataupun malah diberikan pada Flamini ataupun Ambrossini. Satu tempat sudah pasti akan menjadi milik Gattusso. Jadi formasi Milan kembali ke 4-4-2. Ataupun jika Pirlo dimainkan, dan salah satu dari Kaka, Dinho ditarik, maka akan bisa menjadi 4-3-1-2. Pirlo ataupun salah satu dari Kaka, Dinho bukan dikorbankan, tetapi cara agar lini tengah tetap seimbang. Jika serangan buntu, nah pemain yang dicadangkan bisa menjadi solusi lain karena bisa membuat skema serangan berubah-ubah dan dinamis. Milan sebenarnya beruntung mempunyai banyak pemain kreatif penuh visi. Tetapi jika gagal membuat skema yang cocok, maka bukan beruntung, tapi malah buntung. Disharmoni akan terjadi dan kemungkinan terburuknya berujung pada keluarnya beberapa pemain itu dari Milan. Bukan itu saja, target untuk mengakhiri puasa gelar Scudetto pun bisa jadi hanya mimpi.

Alasan lain Milan harus menggunakan 2 striker murni adalah bertumpuknya stok Striker Milan berkaliber bintang di tim. Sheva, Boriello, Pato dan Pippo. Jika hanya satu striker, terasa betapa beratnya kompetisi diantara mereka untuk mendapat tempat di starting eleven dan ini tentu saja lagi-lagi ini bisa menyebabkan disharmoni di ruang ganti.

Semoga saja Carlo Ancelotti bisa mendapatkan skema yang tepat untuk Milan sehingga kejayaan Milan bisa kembali diraih. Scudetto 2009 serta gelar Piala UEFA 2009 tampaknya bisa menjadi start yang baik untuk meraih kembali nama besar Milan.

FORZA MILAN!!!!

0 Comments:

 

Copyright(r) by wongkentir