Thursday, October 16, 2008

Catatan Milan Oktober 2008 [Part 1 Transfer]

Forza Milan!! Bravo Rossonero!!!. Sudah lama sekali pekik itu terdengar dengan penuh semangat dan kebanggan dari mulutku. Mungkin tidak hanya aku saja yang merasakan, tetapi seluruh Milanisti di seluruh dunia. Terakhir pekik itu mungkin terdengar lebih dari setahun yang lalu, tepatnya tanggal 23 Mei 2007 di kota para dewa, Athena. Saat itu kita semua bersama-sama berteriak bangga bersamaan dengan tangan kekar Paolo Maldini mengangkat tinggi-tinggi trophy Liga Champion.

Musim selanjutnya Milan bak kereta tua yang terluka. Trophy scudetto sudah hampir dipastikan melayang saat Liga masih belum berjalan separuhnya. Trophy Liga Champions pun gagal dipertahankan setelah peluru meriam anak-anak muda the gunners memberondong habis tembok tua Milan di kandangnya sendiri, San Siro. Kekalahan yang juga memupus rekor tak pernah kalah Milan di kandang sendiri kala berhadapan dengan Klub Inggris.

Peluang Liga Champions sudah sirna saat kompetisi baru menginjak babak kedua, Scudetto pun gagal, bahkan untuk bisa menempati posisi runner up dan posisi tiga Liga saja sebuah pekerjaan yang sulit melihat konsistensi lebih yang ditunjukkan Roma dan Juventus. Alhasil harapan satu-satunya Milanisti adalah Milan finish di empat besar Liga agar bisa tampil di UCL musim depan yang mana finalnya bakal di gelar di Olympico Roma. Tapi harapan tinggal harapan. Posisi empat pun akhirnya harus direlakan pergi ke tangan Fiorentina. Milan turun kasta di Eropa musim ini. Hanya tampil di Piala UEFA.

Musim lalu biarlah berlalu. Pahit, Manis, Suka, Duka semua menjadi kenangan. Sekarang waktunya untuk menatap masa depan. Peremajaan dan pencarian seorang juara menjadi tema Milan di bursa transfer musim panas 2008. Dan benar saja, Milan benar-benar menggeliat di bursa kali ini – sangat beda sekali dengan musim lalu yang tidak mendatangkan seorang pemain bintang sama sekali. Seorang superstar bernama Ronaldo Assis De Moreira alias Ronaldinho berhasil ditebus dari Barcelona seharga 21 Juta Euro. Meski sudah melewati masa keemasan, ditambah lagi dengan berat badan yang tidak ideal lagi, Ronaldinho tetap disambut bak pangeran di Milan.

Kedatangan Ronaldinho saat itu menjadi kedatangan pemain ketiga untuk Milan. Pemain pertama yang berhasil diboyong Milan di bursa transfer kali ini adalah eks gelandang tangguh Arsenal, Mathieu Flamini yang didapat secara gratis dan pulangnya bek internasional Italia Gianluca Zambrotta. Geliat Milan sampai disini? Ternyata tidak. Menjelang penutupan bursa, Milan sekali lagi berhasil membajak salah satu skuad muda Arsenal hasil kerja keras Arsene Wneger bernama Philipe Senderos, meski hanya berstatus pinjaman dengan opsi permanent musim depan. Dan kejutan demi kejutan itu diakhiri dengan kembalinya si anak hilang, Andri Shevchenko dari Chelsea.

Lima pemain dengan nama besar datang ke Milan. Mr. Galliani pun bersorak dan sesumbar Milan bakal kembali merajai serie-A dan Liga Champions musim depan. Benarkah?

Sebagai seorang penggemar Milan, aku sebenarnya cukup gembira dengan kedatangan pemain-pemain tersebut. Tapi melihat hasil musim lalu serta beberapa pertandingan pre-season, aku sebenarnya bingung dengan kebijakan transfer Milan.

Musim lalu kelemahan Milan yang paling mencolok adalah keroposnya lini belakang dan tumpulnya lini depan. Terus terang, dimataku, Milan saat itu hanya punya 2 striker murni, Filippo Inzaghi dan Alberto Gilardino. Lalu Alexander Pato? Pato menurutku bukan seorang striker murni. Dia tipe penyerang yang lebih suka berada di belakang striker, bukan bomber. Kaka? Apalagi Kaka. Dia adalah seorang trequarista, bukan striker, maupun second striker. Permasalahan bertambah pelik ketika Gilardino dilepas ke Fiorentina. Untung saja Milan berhasil membawa pulang striker mudanya yang musim lalu dipinjamkan ke Genoa, yakni Marco Boriello. Ini brarti lagi2 Milan hanya mempunyai 2 striker murni. Tapi dengan bertambahnya usia Pippo serta semakin rentannya dia terhadap cedera, brarti bisa dibilang hanya Marco Boriello yang bisa diandalkan. Kalaupun pippo sedang fit, mungkin dia hanya akan jadi pelapis saja.

Nah, lalu kenapa musti beli Ronaldinho? Harusnya lebih sesuai jika pemain yang dibeli adalah Adebayor ataupun Drogba yang juga sama-sama diincar Milan di bursa lalu. Atau menurutku lebih sesuai lagi jika membeli Klas Jan Huntelaar yang benar-benar bomber haus gol di kotak penalty.

Manajemen Milan pun dibombardir komentar panas. Hampir semua menyalahkan kebijakan transfer Milan. Mulai komentar tentang Dinho yang sudah lewat masa puncaknya, kehidupan malam yang glamour, hingga tubuh Dinho yang tampak tidak layak untuk seorang atlet. Hal lain yang menjadi perbincangan hangat di Milan adalah permasalahan posisi. Hampir semua tahu, Dinho dan Kaka punya posisi yang sama, yakni seorang trequarista. Sulit rasanya membayangkan satu tim dengan 2 trequarista. Yang pasti sudah ada satu nama yang terusik dengan kehadiran Dinho, yakni Clarence Seedorf. Analisaku tentang permasalahn posisi dan formasi ini aku tulis tersendiri di bagian 2, Skema.

Komentar makin panas ketika VP Milan, Adriano Galliani mengumumkan Dinho adalah pembelian terakhir Milan, dan Milan keluar dari bursa. Yang memberi komentar pun bukan sembarang tokoh. Salah satunya yang paling keras adalah Mantan Pelatih Milan sendiri, yakni Mister Arrigo Sacchi.

Entahlah, mungkin karena panas dengan komentar dan kritik pedas dari para Milanisti, wartawan maupun tokoh sepakbola, Milan pun kembali ke bursa. Dan ketika tutupnya bursa hanya tinggal menunggu hitungan jam, tanpa diduga banyak orang, Milan mendatangkan kembali si anak hilang, Andriy Shevechenko, dari Chelsea.

Permasalahan selesai? Lagi-lagi bukan pujian yang diterima Milan, tapi komentar miring yang intinya, “Emang sheva masih ada?”

Bukan rahasia lagi jika masa emas Sheva sudah berlalu seiring keputusannya meninggalkan Milan dua tahun lalu. Di Chelsea sangat terlihat permainannya sangat jauh menurun, baik dari kualitas maupun kuantitas. Kecepatan yang dulu jadi andalan Sheva, tidak terlihat lagi selama 2 tahun di premiership. Sundulan kepala mautnya, lenyap seperti ditelan hiruk pikuk kota London. Tendangan jarak jauh nan akurat miliknya pun pergi entah kemana. Sheva bukan lagi Sheva yang kita kenal 4 tahun lalu saat meraih Baloon d’or. Bukan juga Sheva 5 tahun lalu yang eksekusi penaltinya menjadi penentu gelar Liga Champion keenam Milan.

Jadi layak jika komentar pedas ke manajemen Milan bukannya mereda tapi malah nyaring. Dua pemain “besar” yang didatangkan hanyalah pemain buangan di klub lamanya. Malah ada yang menyebut, Milan bukan merekrut pemain bintang, tapi ex bintang.

Itu masalah lini depan. Masalah lini belakang lebih gawat lagi. Lihat saja nama-nama di lini belakang sebelum membeli Zambrotta dan Senderos. Maldini (40 tahun), Nesta (32), Oddo (32), Jankulovski (31), Kaladze (30) dan Bonera (26). Rata-rata usia? 31.83 tahun. Benar-benar renta. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya pemain-pemain tersebut jika beradu kecepatan dengan tim yang diisi pemain-pemain muda yang cepat dan lincah seperti Arsenal. Sekarang bagaimana rataan tersebut jika ditambah dengan kedatangan Zambrotta (31) dan Senderos (23) serta dikurangi Oddo yang pergi ke Munchen? Hasilnya 30.4 tahun. Masih tetap diatas 30 tahun rupanya. Itulah yang menyebabkan kritik masih terus mengalir ke kubu rossoneri.

Tapi meski dikritik, manajemen Milan tetap tidak beranjak untuk segera membeli pemain baru lagi demi peremajaan. Bahkan Paolo Maldini yang sudah menginjak usia 40 tahun masih tetap dipertahankan hingga musim ini berakhir. “Milan Lab” masih tetap menjadi senjata utama manajemen Milan menghadapi badai kritikan. Mereka seperti tidak yakin akan kekuasaan usia. Bahwa pemain renta pun masih bisa beraksi layaknya pemain muda jika dirawat dengan baik.

Hasilnya? Milan harus menanggung malu dibantai Chelsea 0 – 5 dalam sebuah pertandingan pra-musim. Belum lagi kekalahan dari tim promosi nan gurem dari La Liga Sporting Gijon 1 – 2. Mau tau kekuatan Sporting Gijon? Pada 2 pertandingan terakhir La liga (saat catatan ini ditulis), mereka dibantai Barcelona 0 – 6 dan dihajar Madrid 1 – 7.

Tampaknya manajemen Milan harus berpikir sekali lagi tentang permasalahan lini belakang timnya.

Ada kritik ada angin sejuk. Bagaimanapun juga, ada yang harus disyukuri oleh Milanisti semua pada bursa kali ini. Yakni kenyataan bahwa Kaka masih tetap di Milan. Bukan rahasia lagi, meski gagal menampilkan permainan terbaiknya musim lalu, masih banyak yang tertarik dengan jasa Kaka, utamanya dua klub kaya Real Madrid dan Chelsea. Ancaman dari Real tampaknya bisa dikesampingkan dengan fokusnya mereka mengejar tanda tangan Cristiano Ronaldo. Tapi Chelsea adalah ancaman serius. Apalagi dengan bergabungnya Felipao ke sana. Tapi untunglah Kaka masih di Milan, dan ini benar-benar harus disyukuri.

Catatan ini kuakhiri dengan sebuah permintaan khusus kepada legenda besar sekaligus kapten terbaik yang pernah dimiliki oleh Milan, Paolo Maldini. Dengan segala hormat, aku ingin meminta anda untuk pensiun dari Milan saat ini juga. Bukan bermaksud untuk merendahkan anda, bukan bermaksud untuk melupakan jasa besar yang sudah anda berikan ke klub ini, dan bukan bermaksud untuk meremehkan kemampuan anda. Tetapi ini demi kebaikan klub ini sendiri. Milan butuh regenerasi, Milan butuh penyegaran. Jika anda peduli dengan Milan, saat ini mungkin waktu terbaik untuk pensiun. Meskipun anda masih merasa kuat dan sanggup untuk bermain 90 menit, tetapi ini tidak baik untuk masa depan Milan. Beri kesempatan kepada Daniele Bonera untuk menunjukkan kemampuannya. Sudah cukup dia belajar dari anda, dan sekarang saatnya bagi dia untuk mempraktekannya. Beri kesempatan pula pada Philipe Senderos untuk menampilkan ketangguhannya seperti yang pernah dia lakukan untuk Arsenal. Dan yang terpenting, beri kesempatan pada Genaro Gattuso, Massimo Ambrossini atau bahkan Kaka untuk menjadi pemimpin Milan. Semua ini demi kejayaan Milan

Forza Milan!!! Forza Milan!!

0 Comments:

 

Copyright(r) by wongkentir