Satu lagi kejelekan seorang Surya Hardhiyana Putra muncul ke permukaan. Sebenarnya sih dah muncul dari lama, tapi aku baru mengetahuinya sekarang. Aku suka iri. Rasa iri ini sebenarnya bukan iri yang termasuk penyakit hati lho ya. Aku merasa iri dan mendadak ingin menjadi seperti mereka.
Dulu aku iri banget dengan musisi. Mendadak ingin menjadi pemain band seperti mereka. Keren, terkenal, dan musiknya bisa dinikmatin banyak orang. Rasanya mungkin bakal menyenangkan banget melihat seseorang di luar
Eh, hanya dalam waktu dekat. Ke-iri-an lain muncul. Padahal main gitar belum jago banget, hanya sekedar genjreng-genjreng aja. Akhirnya selesailah belajar gitarnya sampai disini.
Ke-iri-an ku kali ini pada penulis. Ini gara-gara aku baca buku Jomblo karangan Adhitya Mulya serta Test Pack karya Ninit Yunita. They are my fave writer. Asyik kali ya jadi penulis. Ngelihat buku kita laris manis. Bahasa kerennya Best Seller. Dibaca banyak pembaca. Datang dari
Sebenarnya sejak lama suka nulis. Inspirasi pertamaku adalah Hilman “Lupus” Hariwijaya. Aku masih ingat banget mottonya.. “Bakat cuman berperan 1 % dalam hidup seseorang, 99 % kerja keras”. Sampai sekarang aku masih menyimpan secarik kertas berisi profilnya yang sengaja kusobek dari sebuah majalah di tempat penjualan majalah bekas.
Jadilah sejak saat itu aku tergila-gila dengan sastra. Dimana-mana pinginnya nulis. Awalnya bikin2 cerpen. Lalu setelah lumayan terlatih (penilaian pribadi nih), bikin cerpan (baca : cerita panjang, red) alias novel. Semua novelku statusnya hampir jadi. Kenapa hampir? Karena ga ada yang jadi. Eh ada ding. Cuma satu.
Dan dari semua karyaku yang otodidak itu, tak satupun akhirnya yang berani ku kirimkan ke penerbit. Lha dalah… Lha terus menulis selama ini buat apa? Aku ndiri juga ga tau. Kenapa ya aku kok gak pede buat ngirimin meski hanya satu naskah aja??
Oh iya hobi nulis ini lah yang sempat membuatku jadi wartawan lho. Sayang aku hanya bertahan sebentar disana. Padahal kalau aku mau sabar, banyak ilmu yang bisa kudapat dari
Belajar sastra belum sampai finish. Itupun cuma otodidak, tanpa ada tempat untuk sharing dan diskusi, eh udah iri lagi sama hal lain. Apa itu? Fotografi.
Ngelihat foto2 bagus yang terpajang di internet serta pameran foto, membuat aku (lagi-lagi) mendadak pingin jadi fotografer. Ya kayak yang tadi2 alasannya. Keren, bisa jalan kemana-mana, dll. Akhirnya aku sering meminjam kamera DSLR milik kantor (kebetulan di kantor lama dulu ada kamera DSLR, dan aku adalah penanggung jawab kameranya, he he) untuk mengambil sebuah moment.
Ini hasil beberapa jepretan
Itu untuk hobby… Sekarang aku berbicara tentang pekerjaan.
Dulu (waktu lulus
Tetapi begitu masuk kuliah, cita-cita itu serasa menguap. Aku tidak siap mental. Kuliah ternyata berbeda dengan
Cita-cita itu menguap. Terbang melayang tanpa tahu kemana. Atau malah terpendam di dalam tanah.
Akhirnya impianku pun ku revisi. Bukan bintang di langit lagi yang ingin kugapai. Tapi hanya mengejar atap rumah yang tingginya hanya 3 meter. Yang hanya dengan sekali loncat, aku bisa menggapainya. Menggapai sesuatu yang mudah saja.
Cita-citaku jadi naïf. Aku ingin jadi pegawai. That’s enough. Itu saja.
Sekarang, jadilah aku menjadi pegawai / karyawan seperti hasil revisi cita-citaku. Senang? Alhamdulillah. Tapi karena ini bukan impianku yang sesungguhnya, masih ada rasa mengganjal di hati. Apalagi setelah melihat ada beberapa teman yang sekarang tengah berjuang seperti yang aku cita-citakan, Takul Choiri di Norway, M Fatikul Arief di Portugal, dan ada seseorang lagi yang mungkin hampir akan pergi ke Belanda. Aku bangga dengan mereka. Aku berharap mereka mereka dapat membawa nama
Itulah kisah tentang kelemahanku. Iri. Disisi lain bagus untuk memotivasiku, tetapi di sisi lain, hal ini yang terkadang membunuhku dan membuatku merasa sangat lemah.
Kini aku berusaha untuk melawan rasa Iri itu. Aku berdoa kepada-Nya, meminta kekuatan untuk menjadi hamba-Nya yang lebih bersyukur. Aku kira aku sudah cukup beruntung dengan hidupku sekarang. Sekarang ini yang kubutuhkan hanyalah fokus pada salah satu hobby, salah satu pekerjaan.
Aku pernah bertanya pada salah seseorang yang ku-iri-kan itu. Kenapa kamu bisa sukses?
Jawaban yang sangat simple…
“Aku tidak melakukan apa-apa kok. Aku hanya melakukan dan mengerjakan apa yang ada didepanku. Itu saja.”
Jadi kerjakanlah apa yang ada di depan mata. Jika ada kesempatan ambil, karena kesempatan tidak datang dua kali.
Hmmm… cukup ah nulis uneg2nya….
Akhir kata… kira-kira ada nggak ya di dunia ini yang iri kepadaku, he he he. Tapi dipikir-pikir ga ada yang patut di-iri-in dari diriku sih :)
4 Comments:
iya sur ...aku gak ngiri awakmu kok
aku cuma ngiri dadi direktur / dekom ae.
seperti pepatah bilang klo rumput tetangga terlihat lebih hijau... sisi positif dr pepatah ini kamu jadi termotivasi gmn caranya rumputmu sama hijaunya or lebih hijau dr rumput tetangga... :)
emang kesempatan yg ada di depan mata, gak datang dua kali... atau barangkali kamu yang gak buka mata lebar2, sehingga kamu gak melihat kesempatan2 yang lainnya yg sebenernya ada disekelilingmu???
selagi masih muda, boleh donk punya banyak cita2, apalagi kamu punya potensi...
Waduh...
dua Anynomous ini siapa ya???
Thanks banget buat sarannya :)
sipppp....
dari iri - termotivasi - semangat 45 untuk berusaha...
nothing to lose kan...^^
anymay, nice shot!!
Post a Comment