Hmm.. jadi teringat pertama kali datang ke Jakarta buat kerja jadi budak korea di LG satu setengah tahun yang lalu (waktu itu untuk pertama kalinya Gw ke Jakrta sendiri). Gw sepakat buat berangkat naik kereta ekonomi (from down to beyond heheh).
Ternyata naik kereta ekonomi itu tidak seburuk yang gw bayangin.... LEBIH BURUK. Waktu itu memang gelombang arus balik ke Jakarta lagi padat2nya. Damn, gerbong kereta terasa seperti kaleng kerupuk yang penuh terisi beraneka macam kerupuk, dari kerupuk bawang, singkong, rambak, sampe kerupuk jengkol. Yang jelas gak ada yang namanya kerupuk keju. Man... ternyata gak cuman gw yang berangkat buat mengadu nasib ke ibukota, much of them!.
Seorang pemuda, dengan tampang yang (memaksa untuk) gaul, menenteng tas laptop dengan percaya diri. Membawa sepasukan teman2 dari kampungnya (seingatku naik dari bojonegoro) yang hampir selalu menatap kagum ke pemuda itu seolah mengatakan "he's what i wanna be".
Seorang pemuda lagi, kali ini dia tidak berusaha menutupi dari mana dia berasal, selalu berbicara dengan keras dan tidak peduli. Membawa sepasukan gadis2 dari kampungnya. Usia mereka sekitar 14 -18 tahun, yang selalu berusaha untuk tidak terpisah satu sama lain dan tampak saling melindungi. God! What they gonna be... Seorang ibu tampak tidak bosan2 memberi pesan2 kepada gadis2 itu, bahkan sempat bertanya "kenapa tidak kembali saja sekarang?".
Sekitar tengah malam, saat kereta masih berjalan kencang, terdengar kabar mengagetkan, seseorang di gerbong paling buncit jatuh dari kereta api!. Mungkin dia ketiduran waktu duduk(atau berdiri) di pinggir pintu kereta yang sudah rusak. Ah betapa murahnya nyawa manusia di kotak kerupuk ini, semurah harga tiket yang harus dibayar.
Akhirnya gw kapok naik kereta yang sama.
0 Comments:
Post a Comment