Friday, October 17, 2008

Catatan Milan Oktober 2008 [Part 2 Skema]

Bagian kedua dari catatanku adalah Skema atau formasi. Skema ini aku khususkan pada skema milik Carlo Ancelotti, arsitek Milan 7 tahun terakhir. Carletto, panggilan akrabnya, adalah salah satu arsitek sukses di Milan. Selama 7 tahun pengabdiannya, sudah ada banyak trofi yang dipersembahkannya untuk Milan yakni Scudeto 2004, Coppa Italy 2003, UEFA Champions League 2003, 2007 dan Fifa World Club Championship 2007.

Skema andalah Carletto dalam 2 musim terakhir adalah 1-4-3-2-1 atau yang terkenal dengan formasi pohon Natal. Pemakaian komposisi ini sebenarnya lebih disebabkan kegagalan duet Gilardino – Inzaghi (terutama pada sisi Gilardino) yang saat itu sangat diharapkan publik Milan serta kenyataan bahwa lini tengah Milan lebih menjanjikan karena dihuni pemain-pemain kelas wahid yang sayang untuk di bangku cadangkan.

Musim lalu komposisi terbaik Milan untuk formasi ini adalah

Kalac(1) – Oddo – Nesta – Maldini – Kaladze (4) – Ambrossini – Pirlo – Gattuso (3) – Kaka – Seedorf (2) – Pato (1).

Sedangkan komposisi terbaik dalam 2 musim yang lalu adalah

Dida(1) – Oddo – Nesta – Maldini – Kaladze (4) – Ambrossini – Pirlo – Gattuso (3) – Kaka – Seedorf (2) – Pippo (1).

Formasi yang disebut terakhir adalah formasi yang membawa Milan menjadi juara Liga Champion 2007. Bahkan salah satu partai yang tidak akan pernah terlupakan adalah saat melumat raksasa Premier League, Manchester United tiga gol tanpa balas di semifinal 2nd leg. Saat itu permainan Milan begitu luar biasa. Cristiano Ronaldo sampai tidak berkutik. Kemenangan besar ManYoo 7 -1 atas Roma di babak sebelumnya seperti tak berbekas.

Tidak banyak yang berubah antara Milan 2006-2007 dan Milan 2007-2008. Tapi banyak perbedaan diantara 2 musim tersebut. Jika di musim 0607 Milan menjadi juara Eropa, sedangkan di musim 0708 Milan bak pecundang. Tersisih di 16 besar Eropa serta hanya finish di peringkat 5 liga yang artinya gagal tampil di Liga Champions.

Mengapa 2 formasi yang hampir sama, memberikan hasil yang sangat berkebalikan. Jawabannya adalah:

  1. Usia Pemain. Saat tampil di musim 2006-2007, Pemain-pemain seperti Nesta, Kaladze, Dida, Ambrossini, Oddo tengah mengalami puncak karir. Usia mereka berkisar 29 hingga 30 tahun. Sedangkan di musim selanjutnya, kondisinya sudah berbeda. Bertambah usia satu tahun, berarti berkurangnya banyak aspek bagi seorang pemain. Belum lagi keputusan controversial Paolo Maldini yang menunda pensiunnya. Faktor Maldini menurutku sangat dominant. Sebagai seorang yang dihormati, para pemain Milan, bahkan pelatih Carletto, bisa dikatakan “sungkan” untuk menyingkirkan Maldini dari starting eleven. Akibatnya lini belakang Milan sangat keropos.
  2. Skema Christmast Tree yang sudah dipakai selama 2 tahun lebih. Lawan sudah mengetahui gaya permainan Milan alias Skema 4-3-2-1 ala pohon natal yang masih dipertahankan Carletto. Skema sama, pemain-pemainnya tetap sama (muka baru, Pato baru bergabung tengah musim), tentu saja gaya bermain yang sama. Akibatnya, tim kecil seperti Empoli mampu membungkam Milan bahkan di San Siro. Ini sebenarnya hal yang wajar, tapi sayang mengapa pelatih sekaliber Carletto tidak menyadarinya.
  3. Cedera. Musim 2007 – 2008 adalah musim yang sial bagi beberapa pemain Milan. Mereka bergiliran cedera, mulai dari Ronaldo, Nesta, Kaka, Pippo, Seedorf, Gattuso hingga Gilardino bergantian cedera. Akibatnya Milan pun krisis pemain. Pemain baru yang dibeli, Pato, baru bisa main tengah musim. Akibatnya Milan pun krisis pemain. Sebagai bukti krisis, pemain muda seperti Alberto Paloschi sempat menembus tim utama. Padahal dalam sejarahnya, jarang sekali Milan memberikan kesempatan tampil pada pemain muda.
  1. Motivasi. Banyak pihak yang berkomentar, Liga Champion 2007 bisa diraih karena saat itu Milan mempunyai motivasi yang sangat tinggi. Terutama untuk membalaskan dendam pada Liverpool akibat malam final Istanbul 2005. Motivasi itu sangat terasa saat Milan menghadapi Manchester United di 2nd leg semifinal Liga Champions. Saat itu sehari sebelumnya Liverpool memastikan diri maju ke Final setelah menang adu penalty lawan Chelsea. Dengan motivasi besar ingin bertemu Liverpool dan segera membayar utang, Milan tampil trengginas. Hancurlah kekuatan anak-anak muda Manchester. Tapi setahun kemudian, menghadapi anak-anak muda Arsenal asuhan Wenger, Milan seperti tak bertaji. Bahkan seolah-olah mencari hasil seri di dua leg demi menggelar adu penalty. Benar-benar permainan tanpa motivasi. Mungkinkah ini karena seluruh pemain Milan sudah puas dengan gelar yang telah mereka raih yang bisa dibilang sudah sangat lengkap untuk level klub? Bisa jadi.
  2. Fifa Club World Championship 2007. Turnamen yang digelar di Tokyo pada pertengahan musim ini tak pelak menjadi salah satu biang penyebab kegagalan Milan musim 2007-2008. Akibat turnamen ini banyak pemain yang cedera. Jadwal Milan di liga pun banyak yang tertunda sehingga pada bulan februari hingga April, Milan memainkan banyak sekali pertandingan akibat penundaan. Sudah pemainnya banyak yang cedera, utang pertandingan yang dimainkan banyak, bisa dibayangkan betapa lelahnya pemain yang tersisa.

Dari analisa kegagalan tahun lalu, Masalah Fifa Club World Championship bisa dicoret dari agenda perbaikan tim. Tahun ini Milan tidak bermain di kompetisi tersebut. Selain itu untuk masalah konsentrasi dan kebugaran tim, Milan musim ini lebih baik. Gagal lolos ke Liga Champions bisa menjadi berkah agar Milan bisa merebut scudetto tahun ini, serta Piala UEFA kalau memungkinkan.

Masalah motivasi juga bisa dicoret. Setelah kegagalan memalukan musim lalu plus datangnya beberapa pemain baru bisa memberikan atmosfer baru di Milan. Pemain baru macam Ronaldinho, Zambrotta, Flamini, Senderos, ataupun yang baru kembali lagi ke Milan seperti Boriello, Abbiati dan Shevchenko tentu ingin membuktikan bahwa mereka sanggup membawa Milan menuju masa kejayaan kembali.

Masalah usia pemain masih cukup mengganggu. Paolo Maldini sekali lagi menunda pensiunnya. Keputusan yang cukup kontroversial karena sebenarnya Milan sangat butuh penyegaran di lini belakang.

Kalau masalah cedera bisa dibilang ini masalah hampir semua tim. Tidak ada yang bisa mempredikisi masalah ini, karena itu sebisa mungkin sebuah tim harus mempunyai stok pemain yang cukup. Di awal musim sudah ada 3 punggawa Milan yang masih berkutat dengan cedera bawaan musim lalu yakni Pippo Inzaghi, Nesta dan Kaka. Menyusul kemudian Pirlo dan Boriello. Senderos pun direkrut dalam keadaan tidak fit dan cedera. Tapi secara tim, stok materi pemain Milan musim ini lebih banyak dari musim lalu sehingga pemain-pemain yang menggantikan mereka yang cedera mempunyai skill yang hampir sama. Gattuso dan Pirlo misalnya, bisa digantikan Flamini ataupun menarik Seedorf agak ke tengah. Hanya lini belakang yang masih mengkhawatirkan. Kabar terakhir, Kakha Kaladze juga harus beristirahat karena cederanya kambuh. Diantara kabar buruk yang menimpa, Alhamduilllah, Kaka sudah bisa fit dan siap untuk bermain.

Masalah terakhir yakni Skema, adalah masalah utama yang harus segera diselesaikan Carletto. Ingin rasanya aku berteriak, “Plisss, stop playing Christmas tree!!!” Aku sangat muak melihat permainan Christmas tree ala Carletto. Meski berhasil memboyong Liga Champions 2007 dengan skema ini, tapi itu sudah lewat. Skema ini sudah mentok. Okelah, Milan berhasil mendatangkan pemain baru, tapi memaksa kembali bermain dengan skema ini sama saja dengan bunuh diri. Hasil pra musim pun menunjukkan kalau skema ini gagal.

Apa kelemahan skema ini hingga membuatku harus berteriak-teriak seperti tadi. Yang pertama tentu saja karena skema ini sudah diketahui musuh-musuh Milan. Bek-bek lawan sudah hafal kemana alur bola akan digulirkan.

Yang kedua factor pemain. Meski mendatangkan banyak pemain, kunci permainan Milan menurutku masih ditangan Kaka dan Pirlo. Kaka suka membawa bola, menjelajahi lapangan untuk kemudian melakukan shoot ataupun through pass. Sedangkan Pirlo mengatur serangan dengan memberikan umpan-umpan daerah maupun umpan lambung pada striker. Dengan satu orang striker, sangat mudah sekali untuk menggagalkan serangan Milan. Kunci Strikernya hingga jangan sampai menerima umpan lambung Pirlo maupun terobosan dari Kaka. Aku kira cukup mudah mengunci satu striker didepan. Apalagi sekelas Pato yang masih belum terasah. Lain lagi kalau striker tersebut Pippo (Sayangnya Pippo sudah kehilangan kecepatan karena usia serta sering cedera), mungkin masih bisa jalan. Bagaimana dengan Sheva? Sheva belum bisa dipastikan, apakah masih seperti yang dulu atau tidak. Tetapi sheva pun pernah berujar, kalau diperbolehkan memilih, dia lebih senang mempunyai duet didepan.

Lalu yang kedua blok tendangan Kaka dari lini kedua. Niscaya beres. Mungkin masih ada ancaman lain dari Seedorf? Bisa jadi, tapi kalau strikernya dikunci mati, seedorf mau umpan kemana juga? Mau ngeshoot? Ada kemungkinan di blok juga. Bisa aja tim lawan memasang dua atau bahkan 3 devensive midfielder untuk memblok tendangan Kaka maupun Seedorf.

Lalu bagaimana kalau Ronaldinho yang menggantikan posisi seedorf. Ini malah bisa runyam. Dengan posisi sama-sama sebagai trequarista, tetapi beda tipe (tipe permainan Kaka dan Ronaldinho akan dijelaskan lebih detail di part 3, Ronaldinho), ini malah bisa membahayakan keseimbangan tim. Coba bayangkan dengan tambahan Ronaldinho, Milan bermain seperti dengan 3 playmaker yakni Pirlo, Kaka dan Ronaldinho (Seedorf menrutku bukan playmaker. Dia lebih kearah, pengatur tempo dan penahan bola, seperti peran Owen Hargreaves, Gareth Barry, Xavi dll). 3 Playmaker (1 deep playmaker + 2 trequarista), tetapi yang disuplai cuman satu orang. Bolanya pasti mengarah kesitu-situ terus, ke striker tunggal. Makin mudah aja nguncinya. Permasalahan lain adalah tidak ada ceritanya sebuah tim berhasil dengan dua trequarista di satu lapangan. Inggris misalnya, tidak pernah bermain bagus saat Frank Lampard dan Steven Gerrard bermain bersama, padahal semua tahu bagaimana reputasi kedua pemain tersebut di klub masing-masing. Ada juga kisah Andres D’Alessandro dan Pablo Aimar di timnas Argentina yang gagal total berduet.

Hanya beberapa yang sukses, diantaranya Real Madrid ketika Zidane dan Luis Figo bermain bersama. Tetapi peran Figo sebenarnya bukan playmaker murni, karena dia lebih sering beroperasi dari sayap kanan. Peran Zidane dan Figo saat itu pun ditunjang dengan dua striker murni yakni Raul dan Morientes.

Nah, ini berarti skema 4-3-2-1 mustahil bisa dipertahankan. Harus ada 2 striker didepan, dan itu pastinya bukan Kaka ataupun Ronaldinho. Kalau salah satu dari mereka dipaksa maju untuk jadi striker, ya sama aja bohong. Tokh naluri mereka akan kembali menjadi trequarista. Nah kalaupun harus memasang Ronaldinho dan Kaka bersamaan, harus ada yang dikorbankan, yakni Pirlo. Ini semua demi keseimbanan lini tengah. Mungkin peran pirlo bisa digantikan Seedorf yang bisa bertahan dan menyerang sama baiknya, ataupun malah diberikan pada Flamini ataupun Ambrossini. Satu tempat sudah pasti akan menjadi milik Gattusso. Jadi formasi Milan kembali ke 4-4-2. Ataupun jika Pirlo dimainkan, dan salah satu dari Kaka, Dinho ditarik, maka akan bisa menjadi 4-3-1-2. Pirlo ataupun salah satu dari Kaka, Dinho bukan dikorbankan, tetapi cara agar lini tengah tetap seimbang. Jika serangan buntu, nah pemain yang dicadangkan bisa menjadi solusi lain karena bisa membuat skema serangan berubah-ubah dan dinamis. Milan sebenarnya beruntung mempunyai banyak pemain kreatif penuh visi. Tetapi jika gagal membuat skema yang cocok, maka bukan beruntung, tapi malah buntung. Disharmoni akan terjadi dan kemungkinan terburuknya berujung pada keluarnya beberapa pemain itu dari Milan. Bukan itu saja, target untuk mengakhiri puasa gelar Scudetto pun bisa jadi hanya mimpi.

Alasan lain Milan harus menggunakan 2 striker murni adalah bertumpuknya stok Striker Milan berkaliber bintang di tim. Sheva, Boriello, Pato dan Pippo. Jika hanya satu striker, terasa betapa beratnya kompetisi diantara mereka untuk mendapat tempat di starting eleven dan ini tentu saja lagi-lagi ini bisa menyebabkan disharmoni di ruang ganti.

Semoga saja Carlo Ancelotti bisa mendapatkan skema yang tepat untuk Milan sehingga kejayaan Milan bisa kembali diraih. Scudetto 2009 serta gelar Piala UEFA 2009 tampaknya bisa menjadi start yang baik untuk meraih kembali nama besar Milan.

FORZA MILAN!!!!

Read More......

Thursday, October 16, 2008

Catatan Milan Oktober 2008 [Part 1 Transfer]

Forza Milan!! Bravo Rossonero!!!. Sudah lama sekali pekik itu terdengar dengan penuh semangat dan kebanggan dari mulutku. Mungkin tidak hanya aku saja yang merasakan, tetapi seluruh Milanisti di seluruh dunia. Terakhir pekik itu mungkin terdengar lebih dari setahun yang lalu, tepatnya tanggal 23 Mei 2007 di kota para dewa, Athena. Saat itu kita semua bersama-sama berteriak bangga bersamaan dengan tangan kekar Paolo Maldini mengangkat tinggi-tinggi trophy Liga Champion.

Musim selanjutnya Milan bak kereta tua yang terluka. Trophy scudetto sudah hampir dipastikan melayang saat Liga masih belum berjalan separuhnya. Trophy Liga Champions pun gagal dipertahankan setelah peluru meriam anak-anak muda the gunners memberondong habis tembok tua Milan di kandangnya sendiri, San Siro. Kekalahan yang juga memupus rekor tak pernah kalah Milan di kandang sendiri kala berhadapan dengan Klub Inggris.

Peluang Liga Champions sudah sirna saat kompetisi baru menginjak babak kedua, Scudetto pun gagal, bahkan untuk bisa menempati posisi runner up dan posisi tiga Liga saja sebuah pekerjaan yang sulit melihat konsistensi lebih yang ditunjukkan Roma dan Juventus. Alhasil harapan satu-satunya Milanisti adalah Milan finish di empat besar Liga agar bisa tampil di UCL musim depan yang mana finalnya bakal di gelar di Olympico Roma. Tapi harapan tinggal harapan. Posisi empat pun akhirnya harus direlakan pergi ke tangan Fiorentina. Milan turun kasta di Eropa musim ini. Hanya tampil di Piala UEFA.

Musim lalu biarlah berlalu. Pahit, Manis, Suka, Duka semua menjadi kenangan. Sekarang waktunya untuk menatap masa depan. Peremajaan dan pencarian seorang juara menjadi tema Milan di bursa transfer musim panas 2008. Dan benar saja, Milan benar-benar menggeliat di bursa kali ini – sangat beda sekali dengan musim lalu yang tidak mendatangkan seorang pemain bintang sama sekali. Seorang superstar bernama Ronaldo Assis De Moreira alias Ronaldinho berhasil ditebus dari Barcelona seharga 21 Juta Euro. Meski sudah melewati masa keemasan, ditambah lagi dengan berat badan yang tidak ideal lagi, Ronaldinho tetap disambut bak pangeran di Milan.

Kedatangan Ronaldinho saat itu menjadi kedatangan pemain ketiga untuk Milan. Pemain pertama yang berhasil diboyong Milan di bursa transfer kali ini adalah eks gelandang tangguh Arsenal, Mathieu Flamini yang didapat secara gratis dan pulangnya bek internasional Italia Gianluca Zambrotta. Geliat Milan sampai disini? Ternyata tidak. Menjelang penutupan bursa, Milan sekali lagi berhasil membajak salah satu skuad muda Arsenal hasil kerja keras Arsene Wneger bernama Philipe Senderos, meski hanya berstatus pinjaman dengan opsi permanent musim depan. Dan kejutan demi kejutan itu diakhiri dengan kembalinya si anak hilang, Andri Shevchenko dari Chelsea.

Lima pemain dengan nama besar datang ke Milan. Mr. Galliani pun bersorak dan sesumbar Milan bakal kembali merajai serie-A dan Liga Champions musim depan. Benarkah?

Sebagai seorang penggemar Milan, aku sebenarnya cukup gembira dengan kedatangan pemain-pemain tersebut. Tapi melihat hasil musim lalu serta beberapa pertandingan pre-season, aku sebenarnya bingung dengan kebijakan transfer Milan.

Musim lalu kelemahan Milan yang paling mencolok adalah keroposnya lini belakang dan tumpulnya lini depan. Terus terang, dimataku, Milan saat itu hanya punya 2 striker murni, Filippo Inzaghi dan Alberto Gilardino. Lalu Alexander Pato? Pato menurutku bukan seorang striker murni. Dia tipe penyerang yang lebih suka berada di belakang striker, bukan bomber. Kaka? Apalagi Kaka. Dia adalah seorang trequarista, bukan striker, maupun second striker. Permasalahan bertambah pelik ketika Gilardino dilepas ke Fiorentina. Untung saja Milan berhasil membawa pulang striker mudanya yang musim lalu dipinjamkan ke Genoa, yakni Marco Boriello. Ini brarti lagi2 Milan hanya mempunyai 2 striker murni. Tapi dengan bertambahnya usia Pippo serta semakin rentannya dia terhadap cedera, brarti bisa dibilang hanya Marco Boriello yang bisa diandalkan. Kalaupun pippo sedang fit, mungkin dia hanya akan jadi pelapis saja.

Nah, lalu kenapa musti beli Ronaldinho? Harusnya lebih sesuai jika pemain yang dibeli adalah Adebayor ataupun Drogba yang juga sama-sama diincar Milan di bursa lalu. Atau menurutku lebih sesuai lagi jika membeli Klas Jan Huntelaar yang benar-benar bomber haus gol di kotak penalty.

Manajemen Milan pun dibombardir komentar panas. Hampir semua menyalahkan kebijakan transfer Milan. Mulai komentar tentang Dinho yang sudah lewat masa puncaknya, kehidupan malam yang glamour, hingga tubuh Dinho yang tampak tidak layak untuk seorang atlet. Hal lain yang menjadi perbincangan hangat di Milan adalah permasalahan posisi. Hampir semua tahu, Dinho dan Kaka punya posisi yang sama, yakni seorang trequarista. Sulit rasanya membayangkan satu tim dengan 2 trequarista. Yang pasti sudah ada satu nama yang terusik dengan kehadiran Dinho, yakni Clarence Seedorf. Analisaku tentang permasalahn posisi dan formasi ini aku tulis tersendiri di bagian 2, Skema.

Komentar makin panas ketika VP Milan, Adriano Galliani mengumumkan Dinho adalah pembelian terakhir Milan, dan Milan keluar dari bursa. Yang memberi komentar pun bukan sembarang tokoh. Salah satunya yang paling keras adalah Mantan Pelatih Milan sendiri, yakni Mister Arrigo Sacchi.

Entahlah, mungkin karena panas dengan komentar dan kritik pedas dari para Milanisti, wartawan maupun tokoh sepakbola, Milan pun kembali ke bursa. Dan ketika tutupnya bursa hanya tinggal menunggu hitungan jam, tanpa diduga banyak orang, Milan mendatangkan kembali si anak hilang, Andriy Shevechenko, dari Chelsea.

Permasalahan selesai? Lagi-lagi bukan pujian yang diterima Milan, tapi komentar miring yang intinya, “Emang sheva masih ada?”

Bukan rahasia lagi jika masa emas Sheva sudah berlalu seiring keputusannya meninggalkan Milan dua tahun lalu. Di Chelsea sangat terlihat permainannya sangat jauh menurun, baik dari kualitas maupun kuantitas. Kecepatan yang dulu jadi andalan Sheva, tidak terlihat lagi selama 2 tahun di premiership. Sundulan kepala mautnya, lenyap seperti ditelan hiruk pikuk kota London. Tendangan jarak jauh nan akurat miliknya pun pergi entah kemana. Sheva bukan lagi Sheva yang kita kenal 4 tahun lalu saat meraih Baloon d’or. Bukan juga Sheva 5 tahun lalu yang eksekusi penaltinya menjadi penentu gelar Liga Champion keenam Milan.

Jadi layak jika komentar pedas ke manajemen Milan bukannya mereda tapi malah nyaring. Dua pemain “besar” yang didatangkan hanyalah pemain buangan di klub lamanya. Malah ada yang menyebut, Milan bukan merekrut pemain bintang, tapi ex bintang.

Itu masalah lini depan. Masalah lini belakang lebih gawat lagi. Lihat saja nama-nama di lini belakang sebelum membeli Zambrotta dan Senderos. Maldini (40 tahun), Nesta (32), Oddo (32), Jankulovski (31), Kaladze (30) dan Bonera (26). Rata-rata usia? 31.83 tahun. Benar-benar renta. Bisa dibayangkan bagaimana rasanya pemain-pemain tersebut jika beradu kecepatan dengan tim yang diisi pemain-pemain muda yang cepat dan lincah seperti Arsenal. Sekarang bagaimana rataan tersebut jika ditambah dengan kedatangan Zambrotta (31) dan Senderos (23) serta dikurangi Oddo yang pergi ke Munchen? Hasilnya 30.4 tahun. Masih tetap diatas 30 tahun rupanya. Itulah yang menyebabkan kritik masih terus mengalir ke kubu rossoneri.

Tapi meski dikritik, manajemen Milan tetap tidak beranjak untuk segera membeli pemain baru lagi demi peremajaan. Bahkan Paolo Maldini yang sudah menginjak usia 40 tahun masih tetap dipertahankan hingga musim ini berakhir. “Milan Lab” masih tetap menjadi senjata utama manajemen Milan menghadapi badai kritikan. Mereka seperti tidak yakin akan kekuasaan usia. Bahwa pemain renta pun masih bisa beraksi layaknya pemain muda jika dirawat dengan baik.

Hasilnya? Milan harus menanggung malu dibantai Chelsea 0 – 5 dalam sebuah pertandingan pra-musim. Belum lagi kekalahan dari tim promosi nan gurem dari La Liga Sporting Gijon 1 – 2. Mau tau kekuatan Sporting Gijon? Pada 2 pertandingan terakhir La liga (saat catatan ini ditulis), mereka dibantai Barcelona 0 – 6 dan dihajar Madrid 1 – 7.

Tampaknya manajemen Milan harus berpikir sekali lagi tentang permasalahan lini belakang timnya.

Ada kritik ada angin sejuk. Bagaimanapun juga, ada yang harus disyukuri oleh Milanisti semua pada bursa kali ini. Yakni kenyataan bahwa Kaka masih tetap di Milan. Bukan rahasia lagi, meski gagal menampilkan permainan terbaiknya musim lalu, masih banyak yang tertarik dengan jasa Kaka, utamanya dua klub kaya Real Madrid dan Chelsea. Ancaman dari Real tampaknya bisa dikesampingkan dengan fokusnya mereka mengejar tanda tangan Cristiano Ronaldo. Tapi Chelsea adalah ancaman serius. Apalagi dengan bergabungnya Felipao ke sana. Tapi untunglah Kaka masih di Milan, dan ini benar-benar harus disyukuri.

Catatan ini kuakhiri dengan sebuah permintaan khusus kepada legenda besar sekaligus kapten terbaik yang pernah dimiliki oleh Milan, Paolo Maldini. Dengan segala hormat, aku ingin meminta anda untuk pensiun dari Milan saat ini juga. Bukan bermaksud untuk merendahkan anda, bukan bermaksud untuk melupakan jasa besar yang sudah anda berikan ke klub ini, dan bukan bermaksud untuk meremehkan kemampuan anda. Tetapi ini demi kebaikan klub ini sendiri. Milan butuh regenerasi, Milan butuh penyegaran. Jika anda peduli dengan Milan, saat ini mungkin waktu terbaik untuk pensiun. Meskipun anda masih merasa kuat dan sanggup untuk bermain 90 menit, tetapi ini tidak baik untuk masa depan Milan. Beri kesempatan kepada Daniele Bonera untuk menunjukkan kemampuannya. Sudah cukup dia belajar dari anda, dan sekarang saatnya bagi dia untuk mempraktekannya. Beri kesempatan pula pada Philipe Senderos untuk menampilkan ketangguhannya seperti yang pernah dia lakukan untuk Arsenal. Dan yang terpenting, beri kesempatan pada Genaro Gattuso, Massimo Ambrossini atau bahkan Kaka untuk menjadi pemimpin Milan. Semua ini demi kejayaan Milan

Forza Milan!!! Forza Milan!!

Read More......

Wednesday, October 15, 2008

Barusan Nonton Laskar Pelangi

Jika ada yang bertanya, “What Do You Think about Laskar Pelangi Movie?” I will scream, “What an amazing movie in Indonesia!!!”

Film yang sangat indah di segala hal. Cerita, Setting, Kru (Aktor, Aktris, Sutradara) hingga alunan Original Soundtracknya. Benar-benar puas nontonnya, meski aku harus terlambat 2 minggu dari tanggal premier. But its ok, better late than never khan?

Tentang Cerita, aku tampaknya memilih untuk tidak berkoar-koar terlalu banyak di tulisan ini. Alasannya simple, pasti pembaca semua sudah banyak yang tahu, he he he. Kalaulah belum menonton, pastinya sudah membaca bukunya, tul gak. Tapi satu hal yang kusorot dalam film ini adalah kemampuan Riri Riza sang sutradara untuk merubah alur cerita di novel menjadi lebih masuk akal dan seru. Contohnya adalah saat acara cerdas cermat. Jika di novel diceritakan regu SD Muhammadiyah dengan Lintang sebagai jagoannya membabat habis semua pertanyaan di lomba tanpa menyisakan satu pun untuk regu lain. Sedangkan di film, Riri Riza membuat kompetisi itu menjadi lebih seru dengan kejar mengejar angka yang sangat tipis. Itupun ditambah dengan adegan salah hitung dari Juri. Hasilnya kemenangan di lomba cerdas cermat itu menjadi begitu indah karena didapatkan dari perjuangan yang tidak mudah.

Setting film ini sangat indah. Mengambil tempat di Belitong (sesuai dengan latar cerita novel Laskar Pelangi), Riri Riza mampu mengeksplor keindahan yang terdapat di pulau ini. Padang rumput, pantai hingga suasana kota yang masih sangat sederhana. Setelah melihat film ini, aku seperti disadarkan bahwa masih banyak tempat indah di Indonesia. Bukan hanya Bali saja. Masih ada Belitong. Atau mungkin Lombok, Bunaken, Balikpapan, Kupang dan tempat-tempat eksotis lainnya.

Bagaimana dengan kru? Mungkin anda kenal dengan nama-nama seperti Tora Sudiro, Cut Mini, Slamet Rahardjo, Lukman Sardi, tapi bagaimana dengan Zulfany, Verrys Yamarno, Ferdian, Yogi Nugraha dll. Merekalah actor-aktor cilik asli Belitong yang menjadi pemeran utama film ini dan tentu saja Laskar Pelangi ini adalah film pertama mereka. Tapi bagaimana dengan akting mereka? Dijamin nggak kalah dengan nama-nama besar yang disebut sebelumnya. Tapi yang paling mengena dan paling gak bisa kulupakan adalah acting si Verrys Yamarno alias Mahar. Penggambaran seorang yang cerdik tapi bandelnya gak terkira digambarkan dengan jelas olehnya. Gaya bicaranya yang sok dewasa dengan diakhiri kata ‘Boy’, menjadi trend beberapa waktu terakhir ini. Salah satu quote yang terkenal dari tokoh Mahar yang kuingat adalah, “Serahkan pada Mahar dan Alam.”

Terakhir tentang OST alias Original Soundtrack. Beberapa artis ternama ikut rame-rame menyumbang lagu untuk OST Laskar Pelangi. Dan hasilnya? Dahsyat!! Yang terkenal sudah pasti lagu Laskar Pelangi alunan Giring dkk. Easy Listening dan merdu. Nggak heran kalau lagu ini merajai tangga lagu di beberapa radio plus di chart MTV Ampuh. Tapi jangan lupakan lagu-lagu lainnya yang tak kalah indahnya. Ada suara falset khas Gita Gutawa di lagu Tak Perlu Keliling Dunia, Ipang di lagu Sahabat Kecil dan Sherina di lagu Ku Bahagia. Yang mengejutkan adalah adanya suara Verrys Yamarno, si pemeran Mahar yang menyanyikan lagu bernuansa melayu bertajuk Bunga Seroja. Total ada 10 lagu di OST Laskar Pelangi.

Hmmm, kapan ya ada film berkualitas seperti Laskar Pelangi lagi. Ayo Mbak Mira Lesmana, Mas Riri Riza pertahankan idealismemu dan buat karya-karya berkualitas selanjutnya.

Data Film

Sutradara : Riri Riza

Penulis : Andrea Hirata

Cast

  1. Cut Mini as Bu Muslimah
  2. Ikranagara as Pak Harfan
  3. Tora Sudiro as Pak Mahmud
  4. Slamet Rahardjo as Pak Zulkarnaen
  5. Rieke Dyah Pitaloka as Ibu Ikal
  6. Mathias Muchus as Ayah Ikal
  7. Lukman Sardi as Ikal Dewasa
  8. Ario Bayu as Lintang Dewasa
  9. Zulfany as Ikal
  10. Verrys Yamarno as Mahar
  11. Ferdian as Lintang
  12. Yogi Nugarah as Kucai
  13. Muhamad Syukur Ramadan as Syahdan
  14. Suharyadi as Trapani
  15. Suhendri as A Kiong
  16. Febriansyah as Bore’
  17. Dewi Ratih Ayu as Sahara
  18. Marchella El Jolla as Flo
  19. Jeffry as Harun. Jeffry ini adalah siswa SLB Tanjung Pandan.

Read More......

Tuesday, October 07, 2008

Yang Tersisa di Lebaran 1429H

Tidak kerasa, libur lebaran yang total mencapai 9 hari telah berlalu. Cepet banget. Rasanya baru kemarin aku meninggalkan ibu kota ini dengan penuh sukacita. Eh tau-tau sekarang sudah tiba kembali di kota ini.

Mudik kemarin terasa lengkap buatku. Meski singkat, tetapi cukup memberikan kesan dan kenangan. Aku meninggalkan Jakarta di hari Jumat, 26 Sept 2008 dengan memanfaatkan jasa maskapai penerbangan Mandala. Perjalanan satu jam sepuluh menit menuju Bandara Internasional Juanda terasa begitu lama. Tak sabar rasanya ingin segera menginjakkan kaki di bumi Jawa Timur kembali.

Bertemu kembali dengan keluarga menjadi hal pertama yang kudapatkan. Senang rasanya bisa berkumpul kembali. Aku kangen banget sama rumah, sama Ayah, Mama, Dhyna, Yudha, Kiki, dan tentu saja sama sepupu kecilku Rama yang selama 4 tahun terakhir ini meramaikan kembali suasana rumah.

Yang kedua tentu saja bisa bertatap muka kembali dengan bidadariku. Rasanya dia tambah cantik aja (waduh, kalau dia baca tulisan ini, bisa-bisa helmnya gak muat menampung volume kepalanya yang membesar). Tapi jerawatnya tuh yang mana tahan. Dikurangin atuh Neng makan cokelat dan es krimnya. Lemaknya memang sudah terbuktu gak bikin kamu gendut, tapi jerawatan terus.

Yang ketiga bisa berkumpul dan bersilaturahmi lagi dengan teman-teman nocengers, Informatika ITS angkatan 2000. Thanks banget buat Deka yang sudah bersedia menyediakan rumahnya untuk acara buka bersama nocengers. Acara ini bagai sebuah oase di padang pasir. Sudah lama sekali aku tidak berkumpul dengan teman-teman noceng. Futsal mingguan, bulanan yang beberapa tahun yang lalu rutin dilaksanakan sudah tiada lagi. Banyak nocengers yang sudah pergi meninggalkan Jakarta. Ada yang merantau lebih jauh lagi ke Batam, Riau bahkan Papua, atau balik kembali ke Jawa Timur.

Lama tak bersua, tidak banyak perbedaan diantara kami. Mungkin yang sedikit membedakan hanya status pernikahan dan ukuran bodi yang kebanyakan semakin membuncit, he he he.

Kenangan keempat adalah bisa berkumpulnya kembali diriku dengan gerombolan Gresik United setelah absent tahun lalu. Nah kalau tentang gerombolan yang satu ini aku nggak habis pikir. Ditengah-tengah kenyataan bahwa usia diantara kami sudah menginjak antara 26 hingga 27 tahun, kami masih bisa berkumpul dengan tanpa beban (baca : tidak ada tanggungan dirumah. Belum mengerti artinya. Baca : tidak ada yang menunggu di rumah. Belum mengerti juga??!! Baca : belum menikah!!!!! Eh ada ding yang sudah menikah, tapi baru Handi doang). Bahkan tahun ini bisa dibilang rekor kumpul2 terbanyak menurutku. Aku coba mengingat sekaligus mengabsensi mahkluk yang ikut unjung-unjung kemarin. Didot (of course, pemilik markas), Munajib, Hacan bo can, Aris SoCool, Wiwit Ojek, Arief Pulep, Hendra Moncrot, Hendro Karsono, Cebi, Heru, Afip, Awal dan tentu saja aku. Rute kunjungan kali ini adalah Rumah Awal, Farid, Handi (dan Uli juga tentunya) lalu ditutup dengan menyatroni warnet milik Misbah.

Setelah malamnya unjung-unjung, besok paginya acara dilanjutkan dengan nyaduk bareng. Tapi sayang, yang datang cuman dikit. Tapi gak pa pa lah. Nyaduk jalan terus. Lumayanlah, mengurangi beberapa gram lemak di perut.

Obrolan kami masih sama dengan saat-saat dulu. Isinya guyon tok. Wis gak berubah blass. Masih tetep, Socool yang paling konyol. Idiom terkenalnya, ‘Dadi bal-balan gak? Sido sido opo sido gak sido’. Tapi ada juga tema baru diantara obrolan kami, salah satu yang paling seru adalah tentang investasi serta perpajakan. Tambah usia, obrolan kami ternyata bisa juga tambah serius, he he he.

Dan akhirnya usai sudah libur lebaran 1429H ini. Kenangan yang sangat indah bagiku. Semoga tahun depan aku bisa kembali bertemu, berkumpul dan bersilaturahmi dengan keluarga dan teman-temanku semua. Amiieeennn. Miss U All!!!

Read More......
 

Copyright(r) by wongkentir